Autobiografi : Refleksi 18 Tahun
Aku terlahir sebagai anak
pertama dari pasangan Ruslan dan Mila Islamiyah di sebuah kota kecil jauh dari
pusat kabupaten Gowa. Aku terlahir sekan memenuhi harapan ayah dan ibu yang
selalu menantikan kehadiran sang anak yang dinantikan. Namaku Muh. Reza
Zaputra, aku lahir di Limbung, pada tanggal 18 Juli 1999. Namaku panggilanku
beragam, terkadang ada yang panggil aku Reza, ada yang panggil aku Eza, Eca,
dan di dunia kepenulisan, aku dipanggil Muaz sebagai nama penaku.
Aku berdomisili di sebuah
perkampungan kecil di yang menjadi patok perbatasan dengan kecamatan lain,
yakni dusun Kokowa, desa Bori’matangkasa. Keluargaku sudah menetap di Kokowa
selama 20 tahun. Meskipun tinggal di Bajeng Barat, pendidikanku mulai dari SD
sampai SMA selalu di Bajeng.
Aku menamatkan pendidikan
SD di sebuah sekolah dasar bernama SD INPRES Limbung. Umumnya anak yang lain
bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK). Namun, hal tersebut tidak aku lakukan.
Jadi, aku tidak memiliki ijazah TK. Alasan utama orang tua aku tidak
menyekolahkan aku di TK karena beberapa tahun yang lalu, ijazah TK tidak
menjadi syarat untuk masuk bersekolah di Sekolah dasar (SD).
Saat di sekolah dasar, aku
terkenal sebagai anak yang berprestasi. Ada beberapa prestasi yang mengharumkan
nama sekolahku di mana aku ikut berpartisipasi di dalamnya. Salah satunnya
juara 2 pada lomba cerdas cermat tingkat kecamatan antar sekolah dasar di SD
Limbung Putri. Saat itu, aku bertindak sebagai juru bicara.
Muh. Akbar Syam dan
Satriani Kurnia Syam adalah teman kelompok yang aku temani berlomba untuk
mengharumkan nama sekolah. Mereka berdua juga sangat cerdas, Akbar piawai di
mata pelajaran IPA, Satriani untuk Matematika, sementara saya di bidang IPS.
Pada saat itu, sangat bangga sekaligus terharu bisa membawa pulang sebuah piala
yang dipersembahkan dan menambah penghargaan untuk sekolahku. Saat upacara,
nama kami pun dipanggil sebagai bentuk simbolis sekolah kami menyerahkan
penghargaan yang didapatkan kepada pihak sekolah.
Saat menjadi seorang siswa
SD, tak jarang aku disuruh menjadi seorang pemimpin upacara. Saat itu aku masih
kelas V, dan aku diajari dan dituntut untuk menjadi seorang pemimpin upacara.
Hal utama yang membuat aku menjadi pemimpin upacara adalah karena aku dikenal
oleh hampir seluruh guru yang mengajar di sekolahku. Saat pemilihan pemimpin
upacara pun, seluruh teman-temanku mempercayai aku sebagai pemimpin upacara.
Faktor lainnya karena aku tergolong siswa yang tinggi, bahkan kala itu aku
menjadi siswa tertinggi di kelas.
Menjadi siswa Sekolah
Dasar sangatlah menyenangkan. Hal utama yang membuat aku selalu mengingat masa
SD adalah saat kelas I dan II. Saat itu, aku terkenal sebagai siswa yang
sangat lambat dalam belajar. Prestasiku hanya sampai di peringkat 10 besar,
masuk 3 besar hanya impian belaka yang tak pernah terwujud.
Belajar membaca adalah hal
yang sangat sulit bagiku, apa lagi untuk menghitung. Sempat frustasi dan merasa
ingin putus sekolah saat itu. Secerca motivasi itu pun datang menghampiri. Saat
naik di kelas III, guruku sangatlah pemarah, bahkan suka memukul siswanya yang
nakal. Aku termasuk di dalamnya, bahkan langganan. Salah satu pelanggaran yang
pernah aku lakukan saat itu adalah menulis dengan kapur di pintu kelas
tulisan-tulisan yang tidak senonoh. Aku dan beberapa teman yang lain pun
dimarahi, bahkan dipukul oleh guru kami.
Aku tidak berani melapor
ke orang tuaku, karena jika melapor, maka pasti hukumannya akan ditambah. Saat
itu aku hanya merenungi diriku ini. Aku berpikir, mengapa aku bisa terlalu jauh
melangkah untuk hal yang buruk. Mengapa aku tidak kembali ke koridor yang
benar.
Lewat renungan tersebut,
mulai ada perubahan dalam diriku. Dulunya yang sering dimarahi oleh guru,
kini berubah menjadi siswa yang
disanjung oleh guru. Dulunya pendiam karena tidak tahu pelajaran, kini aktif
bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Perubahan itu seakan menjadi revolusi
dalam diriku ini. Hasilnya, saat kelas III aku mulai merangkak masuk ke
peringkat 5 di semester pertama, dan peringkat 2 di semester kedua. Peringkat
tersebut terus aku dapatkan hingga di kelas V.
Saat di kelas V, bisa
dikatakan menjadi momen tersibuk. Saat itu harus belajar extra untuk
kelas biasa dan juga untuk persiapan olimpiade Sains. Bidang yang aku ikuti
adalah IPS. Namun, sayang olimpiade
bidang IPS tidak dimasukkan dalam list lomba. Saat itu, aku patah
semangat, namun guruku saat itu yang bernama ibu Asmaul Husna menyarankan aku
untuk masuk saja ke bidang IPA. Aku pun mengikuti sarannya.
Bidang yang tak sesuai
harapan, membuat aku gagal masuk ke babak selanjutnya. Hanya Akbar dari
sekolahku yang masuk ke babak selanjutnya. Namun, setelah lomba olimpiade
tersebut ada lomba cerdas cermat di sebuah pesantren terkenal di Bajeng. Aku
pun ikut berpartisipasi di dalamnya bersama kedua teman baiknya yang selalu
menemaniku di setiap lomba.
Untuk lomba ini pun, kami
masih gagal mendapatkan juara. Bahkan kami kalah di babak penyisihan. Untuk itu
kami pulang ke sekola kami tanpa membawa piala satu pun. Cukup kecewa karena
tidak bisa memberikan yang terbaik untuk sekolahku, namun kepala sekolah kami
saat itu hanya memberikan kami motivasi untuk bisa lebih baik ke depannya.
Motivasi tersebut terus kami ingat hingga pada lomba berikutnya kami bisa
mendapatkan juara 2 dengan penyelenggara yang berbeda.
Hal yang juga menjadi
kebanggaan tersendiri saat menjadi seorang siswa sekolah dasar saat menjadi
siswa terbaik dalam Ulangan tengah semester. Saat itu, ada tantangan dari bapak
kepala sekolah untuk mengumpulkan pin sebanyak mungkin. Pin tersebut didapatkan
dari nilai tertinggi saat UTS. Jumlah pin yang aku dapatkan saat itu adalah 6
pin di antara 10 mata pelajaran.
Berjalan kaki dari rumah
ke sekolah saat SD menjadi rutinitas yang harus kujalani. Dengan jarak yang
cukup dekat, membuat aku harus terbiasa berjalan kaki ke sekolah atau pulang
dari sekolah. Saat pulang, aku bisa merasakan berbagai pemandangan yang menakjubkan
yang tidak bisa dijumpai di areal perkotaan. Hamparan sawah, aliran sungai,
rindannya pepohonan hutan menjadi pencuci mata pelepas penat saat pulang
sekolah. Saat pulang pun kami saling berbaur, tak mementingkan apakah dia kakak
kelas, atau teman kelas, kami hanya saling akrab berbicara hingga sampai ke
rumah kami masing-masing. Tak jarang, ada pula yang usil dengan beberapa teman,
namun itulah warna-warni pertemanan kami.
Sebenanrya ada dua
rutinitas belajar yang aku jalani saat masih menjadi seorang anak-anak.
Pertama, belajar di sekolah sama seperti anak-anak pada umumnya, dan yang kedua
adalah belajar Agama Islam di TK/TPA. Waktu istirahatku hanya cukup sedikit,
karena sepulang sekolah tidur siang, dan jam 13.30 dilanjutkan dengan mengaji
di masjid sampai setelah salat asar.
Saat wisuda santri pun,
aku hanya cukup puas sebagai peringkat 5. Namun, peringkat tidak masalah
bagiku. Terpenting dalam diri ini adalah bagaimana ilmu itu dapat direfleksikan
dalam kehidupan sehari-hari. Percuma, ilmu bertumpuk di otak, namun hasilnya
hanya secetek.
Hal yang mengejutkan
sekaligus membahagiakan saat pengumuman nilai UN tertinggi, syukulah aku berada
di peringkat kedua di sekolahku. Sepertinya Akbar menjadi saingatn terberatku
saat masih menjadi siswa sekolah dasar. Pertama kali aku mengalahkannya saat
kelas VI semester pertama di mana aku merebut peringkatnya sebagai rangking 1.
Betapa bahagianya orang tuaku saat itu melihat anaknya ini menjadi yang terbaik
di antara 20 siswa.
Bajeng merupakan salah
satu kecematan yang menyediakan berbagai sekolah yang masuk dalam sekolah
terbaik di Gowa, salah satunya SMP Negeri 1 Bajeng yang masuk daftar 5 sekolah
SMP terbaik di Gowa. Kebetulan jarak rumah ke sekolah tersbeut juga dekat,
malah hanya beberapa meter dari sekolah dasarku. Akhirnya kuputuskan untuk
melanjutkan pendidikanku di sekolah tersebut.
Guru yang pertama kali aku
kenal di sekolah tersebut adalah Pak Suratman, namun sayang guru tersebut
sekarang sudah Almarhum. Beliau adalah orang yang sangat baik kepadaku. Aku mengenalnya
saat menjadi pengawas di ruangan tempat tes masuk SMP Negeri 1 Bajeng. Kebetulan
saat tes, aku duduk pas di depannya. Saat ada soal yang kurang jelas, maka aku
disuruh untuk membacakannya agar teman yang juga mengikuti tes bisa mengetahui
dengan jelas bentuk soalnya.
Saat selesai tes pun,
ternyata beliau masih mengingatku. Bahkan saat pengumuman kelulusan beliau
menghampiriku dan berkata bahwa aku akan berada di kelas terbaik, yakni kelas
VII A. Awalnya aku kurang percaya, namun kenyataanya benar. Saat pengumuman kelas,
aku diumumkan berada di kelas VII A. Dalam benakku, aku merasa was-was karena
akan banyak saingan karena kelas tersebut merupakan kumpulan orang-orang cerdas
dari berbagai SD.
Menjadi siswa SMP aku
jalani dengan sepenuh hati. Pada minggu pertama, aku selalu berharap bisa juga
aktif dalam kelas. Entah apa yang membuatku begitu minder hingga aku
terkadang tidak percaya diri. Biasanya ada pertanyaan guru yang bisa aku jawab,
namun karena kurang percaya diri dan takut salah akhirnya aku tidak berani
untuk menjawabnya. Pada semester pertama aku menjelma menjadi sosok yang
pendiam dan misterius. Aku juga jarang bergaul dengan teman perempuanku.
Di dalam kelas VII A aku
memiliki sahabat yang sangat akrab, pertama ada Khalil, Hajar, dan juga teman
sebangku yakni Indra. Ketiga teman baikku itu semuanya pengurus OSIS, jadi
kalau ada rapat OSIS biasanya aku merasa kesepian dalam kelas karena tidak ada
teman yang bisa diajak akrab untuk mengobrol. Bisa juga dibilang kelasku
merupakan pusat dari pengurus OSIS karena pengurus OSIS di kelasku ada banyak
sekali. Aku sedikit bingung dengan sistem pemilihan pengurus OSIS di sekolah
saya karena memakai sistem langsung menunjuk. Maksudnya para penyeleksi
pengurus OSIS masuk dalam kelas kami dan bertanya siapa yang ingin masuk dalam
pengurus OSIS tanpa mempertimbangkan kualitas orang-orang yang dipilih.
Sebenarnya aku kurang
terbiasa dengan kondisi di mana dalam satu kelas ada banyak sekali siswa. Aku
mempunyai teman kelas sebanyak 40 orang, jadi bisa dibayangkan betapa riuhnya
kelas jika tidak ada guru yang mengajar. Aku juga masih satu kelas dengan Ana,
Nani, Alif, dan Dila yang merupakan teman sekelas saat SMP.
SMP Negeri 1 Bajeng
merupakan sekolah yang sangat peduli dengan bakat para siswanya, untuk itu ada
yang namanya Pengembangan Diri setiap hari sabtu. Kegiatan tahun ini merupakan
favorit para siswa, termasuk aku. Aku menyukai olahraga bulutangkis, oleh
karena itu aku masuk dalam pengembangan diri bulutangkis.
Olahraga yang satu ini memang selalu menjadi favorit. Kami selalu
bermain bulutangkis di aula SMP Negeri 1 Bajeng. Aula akan sangat penuh bila
semua siswa yang memasuki pengembangan diri ini saling berkumpul dan mendapat
nilai mingguan. Sebagai siswa dengan mood yang kadang naik turun, aku
mempunyai strategi agar tidak terlalu lama bermain bulutangkis, namun tetap
mendapat nilai. Sebenarnya, aku menykai pengembangan diri ini, namun yang
paling tidak aku suka saat aula sesak, bahkan ada yang saling tabrakan saat
menjangkau kok bulutangkis.
Aku pernah memasuki ekstrakulikuler pramuka saat masih menjadi
siswa kelas VII. Namun, aku tak pernah konsisten dengan organisasi
tersebut. terbukti, aku tiga kali keluar masuk organisasi tersebut. Alasan
utamanya adalah tidak tahan dengan latihan yang sangat intensif. Jangan
sampai mengorbankan akademik hanya karena organisasi.
Saat pengumuman rangking
kelas, alangkah terkejutnya aku saat mendengar bahwa peringkatku keluar dari 10
besar. Ini bagiku hal yang sangat mengagetkan , karena selama itu aku tidak
pernah mendapat peringkat kelas yang keluar dari 10 besar. Bukan hanya aku,
keluarga besarku juga bertanya-tanya mengenai akademik aku hingga bisa mendapat
peringkat seperti itu.
Naik ke kelas VII aku kian
was-was, karena jangan sampai peringkatku sama seperti saat kelas sebelumnya. Di
kelas VII aku kembali bersama dengan puluhan siswa cerdas yang sudah melalui
tahap seleksi yang sangat ketat agar bisa duduk di kelas yang sangat
difavoritkan oleh guru-guru, yakni kelas VIII A. Aku bersyukur ada di kelas
tersebut, dan masih dapat bertemu dengan temanku saat di kelas VII.
Rasa sedih juga
menyelimuti karena sebagian teman kami ada yang pindah ke kelas VIII B.
Akibatnya, ada wajah baru yang kami lihat dari kelas lain. Namun, teman
sebangkuku Indra masih tetap di kelas VIII A. Ini adalah teman baikku, karena
sudah dua kelas selalu duduk sebangku.
Menjadi kelas favorit
justru menjadi tanggung jawab tersendiri. Kami harus memperlihatkan hal yang
baik kepada siswa dan kepada teman kami yang lain. Saat upacara pun kami selalu
disinggung untuk bisa berperilaku baik dan menjadi contoh.
Di SMP Negeri 1 Bajeng,
terdapat agenda mingguan yang mungkin tak hanya sekolah kami yang adakah,
tetapi hampir seluruh sekolah di Kabupaten Gowa, yakni Jum’at Ibadah. Program
ini menjadi program favorit sekali saat menjadi seorang siswa SMP. Setiap
jum’at kami akan mendengarkan siraman kalbu Jum’at Ibadah yang tentunya dapat
menambah pengetahuan agama kami.
Selain sibuk di sekolah,
aku juga mulai sibuk membantu orang tua saya bekerja. Sebenarnya aku suka
sekali, karena dapat bekerja sekaligus refresing di alam yang sejuk. Biasanya
aku membantu menyiram sayuran dan membersihkan gulma. Hal ini tentunya
sangatlah menyenangkan bagiku.
Pada semester III, para
siswa kelas VIII pasti selalu sibuk dengan seleksi Olimpiade Sains Sekolah.
Untuk seleksi ini aku turut ambil bagian di dalamnya. Aku juga mau berangkat
olimpiade tingkat kabupaten. Mata pelajaran yang aku ambil adalah bidang studi
IPS. Bidang studi ini kebanyakan adalah hafalan, karena bisa dibayangkan jika
Feografi, Ekonomi, Sosiologi dan sejarah dicampur jadi satu dan harus
dipelajari untuk olimpiade.
Hari demi hari aku
mengikuti pembinaannya. Hingga diputuskan aku yang lolos mewakili bidang studi
IPS. Perjuanganku tidaklah sia-sia yang tiap haru harus bolak dari rumah pak
Badri ke rumahku yang jaraknya cukup jauh. Waktu kelas VIII pun sebenarnya aku
melanggar aturan berkendara karena umurku masih 14 tahun.
Pak Badri merupakan guru
IPS kelas IX dan merupakan guru yang sangat disiplin. Oleh karena itu, dia
menjadi seorang pembina OSIS. Aku mendapat banyak sekali pelajaran semenjak
mengenalnya lebih dekat lagi. Bahkan aku diberi buku IPS yang sangat bagus dan
lengkap, dan sampai sekarang belum aku kembalikan.
Pada suatu hari, seluruh
peserta seleksi Olimpiade Sains Sekolah dipanggil ke lab IPA. Aku hanya
sendirian, karena untuk bidang IPS sudah diumumkan siapa yang mewakilinya.
Namun, untuk bidang studi Biologi, Fisika, dan Matematika belum diumumkan siapa
yang mewakili. Perasaan lain dari yang lain timbul dari dalam diriku.
Kebetulan, kepala sekolahku, Pak Fajar Ma’ruf adalah seorang guru IPS. Jadi,
merasa sedikit was-was bisa pak Fajar menanyai aku dengan pertanyaan yang belum
aku pelajari.
Ketakutannku ternyata
terjadi. Semua siswa menoleh ke arahku yang membuat jantungku kian berdenyut
kencang. Pak Fajar bertanya mengenai pelajaran kelas VII yakni tenaga endogen
dan eksogen. Syukurlah aku bisa menjawabnya, dan raut muka pak Fajar
mengisyaratkan puas dengan jawabanku. Dia malah menambah pertanyaannya dengan
pertanyaan yang lebih susah. Beliau bertanya tahun-tahun sejarah pada masa
kolonialisme. Sebenarnya aku lupa dengan jawabannya, namun pembina Olimpiade
Fisika memberikan aku clue yang membuat aku bisa menjawab pertanyaan
dari Pak Fajar.
Hari penantian Olimpiade Sains Kabupaten pun tiba. Aku berangkat
dengan menaiki mobil Pak Badri yang di dalamnya ada juga ibu Suriati Pembina
Olimpiade Matematika dan ibu Sahariah Pembina olimpiade Fisika. Untuk Pembina
Olimpiade Biologi tidak sempat datang karena ada halangan. Aku berangkat
bersama teman 3 teman kelas saya sendiri, ada Eka, Uphy, dan Uni.
Sebelum berangkat, tradisi
kelas kami para siswa VIII A selalu keluar kelas semua untuk memberikan
semangat. Bukan hanya Olimpiade tingkat Kabupaten, namun untuk lomba lainnya.
Ini adalah bentuk kekeluargaan kami yang selalu ditekankan oleh kakak kelas
kami, guru bahkan pegawai Tata Usaha di sekolah kami.
Tempat pelaksanaan lomba
adalah di SMP Negeri 1 Bajeng. Inii adalah kali pertama aku menginjakkan kaki
di sekolah tersebut. Sekolahnya luas dan gedungnya bertingkat. Saat sampai,
ternyata kami sudah sangat terlambat. Di lapangan, para siswa yang lain sudah
mendengar amanat dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa. Jadi, pembina kami
menyuruh kami untuk cepat agar tidak terlambat mengikuti arahan pihak Dinas
Pendidikan Gowa.
Naasnya, kami lupa membawa
fotocopy buka rapor kami. Namun, untungnya pihak panitia memberikan kami
kesempatan untuk mengumpulkannya di lain waktu. Tiba-tiba, tidak ada lagi
penyampaian, aku kian khawatir, jangan sampai para peserta sudah mulai masuk
dalam ruangan tes. Asumsiku salah, mereka semua masih berbaris rapi dengan
jumlah yang sangat banyak. Mewakili puluhan sekolah-sekolah yang ada di
Kabupaten Gowa.
Aku kebingungan dengan arahan
pihak panitia, sehingga aku bertanya ke salah satu peserta yang lain yang ada
di depanku. Dia pun memberikan penjelasan dengan baik. Dia juga mengajak aku
berkenalan, namanya adalah Mahir Dani, dan dia berasal dari tetangga sekolahku,
yakni SMP Negeri 1 Bajeng Barat.
Kami pun diarahkan
memasuki ruangan dengan tertib dan ruangan untuk olimpiade IPS ada di pojok
depan lantai dua dekat dengan parkiran. Sepanjang perjalanan aku masih sempat
berbincang dengan Dani mengenai pelajaran yang sudah dipelajari.
Olimpiadenya pun selesai, kami satu tim pulang diantar oleh
pembimbing kami masing-masing. Aku pun merasa lega karena satu amanah telah
aku laksanakan. Aku hanya berharap hasilnya bisa sangat memuaskan. Namun,
firasatku berkata lain. Aku
merasa banyak jawaban aku yang salah karena banyak yang asal centang jawaban.
Naik di kelas IX aku mulai menjadi sosok yang percaya diri. Semua itu karena
motivasi dari teman baikku terutama Indra. Dia merupakan sosok pemimpin yang
sangat bagus dan bijak. Karena bijaknya itulah dia menjadi seorang ketua OSIS.
Di kelas X, tiba pula masa
untuk mulai mengintensifkan belajar karena akan semakin dekat dengan UN.
Matematika merupakan mata pelajaran yang menurutku yang paling sangat menarik
untuk aku pelajari. Sementara IPA, aku merasa sangat tertinggal karena masih
banyak materi yang belum aku kuasai. Untungnya, di kelasku banyak orang cerdas,
jadi bisa memanfaatkannya untuk menyerap ilmu yang mereka miliki. Hal tersebut
berhasil. Sedikit demi sedikit, aku mulai mengerti pelajaran IPA dan mulai
cepat dalam menyelesaikan soal-soal Ujian sesuai yang ada di buku penuntun UN.
Saat pengumuman UN pun,
aku dinyatakan lulus Ujian Nasional. Aku sangat bersyukur mendengarnya.
Nilai-nilai Unku pun rata-rata tinggi dan tidak ada di bawah 5,5. Begitu pula
dengan seluruh teman angkatanku yang lulus 100%.
Sebelum UN sebenarnya ada lomba Science Competitions yang
diadakan oleh SMA Negeri 1 Bajeng. Aku mengikutinya dan dinyatakan sebagai
juara 3. Penghargaan yang diberikan sangat mengejutkan, yakni bebas tes masuk
SMA Negeri 1 Bajeng. Aku sangat bahagia mendengarnya. Bahkan, keluarga besarku
sangat bersyukur dan terharu karena aku bisa masuk di salah satu sekolah
terbaik di Kabupaten Gowa yang terkenal dengan predikat Unggulan.
Masuk di sekolah tersebut, hanya berharap bisa meningkatkan
prestasiku yang sebelumnya sangat rendah di SMP bisa menjadi meningkat di SMA.
Hal tersebut terbukti karena pada semester pertama aku mendapat juara umum
kelas. Ini menjadi buah sendiri dari usaha yang telah aku lakukan selama ini.
Prestasiku kian meningkat di tingkat kelas sebagai peringkat pertama.
Naik di kelas XI, aku sempat mengalami sibuk organisasi. Pada
semester pertama, aku mengikuti olimpiade Sains Kabupaten bidang kebumian untuk
kedua kalinya setelah pada kelas X gagal masuk ke tingkat prrovinsi dengan
hanya puas pada peringkat 9. Namun, itu menjadi sebuah motivasi untuk lebih
baik lagi ke depannya.
Sayang, untuk kedua
kalianya aku masih tertahan di peringkat 9. Entah mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Padahal, aku telah mengorbankan beberapa pelajaran yang tidak aku
masuki hanya demi bisa lolos ke tingkat provinsi.
Naasnya lagi, peringkat
kelasku menurun setelah salah satu siswa merebut peringkat satuku. Dia adalah
Kurnia Isma. Sejak awal, dia menjadi saingatn terberatku saat duduk di kelas X
IPA 6. Namun, peringkat 1 itu berhasil aku raih kembali di semester 2.
Menjadi siswa SMA tentunya
sangat berbeda dengan siswa di SMP. Pada saat SMP, aku masih dilarang untuk
keluar malam untuk mengerjakan tugas bersama teman, atau jika ada keesokan
harinya di sekolahku ada acara.
Terbukti, sudah beberapa
kali aku menginap di rumah temanku untuk mengerjakan tugas. Hal tersebut
membuat aku mulai mengenal dunia yang sebenarnya. Selama ini, aku hanya menjadi
anak rumahan yang terkekang dengan dunia luar. Berkat teman SMA, aku bisa
merubah sifatku menjadi sosok yang Open Mind akan pranala luar.
Saat menjadi siswa akhir
semester, aku merasa dilema. Satu sisi aku harus belajar untuk persiapan UN,
sementara yang lain aku harus mengerjakan tugas yang sangat banyak dari guru.
Terkadang tugas guru membuat aku pusing karena harus membuat makalah, mmebuat
laporan, harus presentasi, dan lain sebagainya.
Namun, semua itu bisa aku
lewati. Hasil dari usaha selama ini menempatkan aku sebagai juara umum 3 nilai
UN tertinggi di SMA Negeri 1 Bajeng. Bonus dari usahaku juga adalah lolos
SNMPTN Geofisika Unhas. Sekarang, aku akan tetap berjuang demi meraih
cita-cita. Berkuliah menjadi jembatanku menuju kesuksesan yang gemeling demi
harapan yang selalu aku impikan.
Ceritanya menginspirasi!!!
ReplyDeleteTerima kasih inpirasinya
ReplyDeleteBagus sekali ceritanta
ReplyDeleteSangat mengispirasi
ReplyDeleteBagus ceritanya
ReplyDeleteBangga saya
ReplyDelete