Cerbung: My Heart In The palace Part V
Gerhana yang Akan Datang
~5 Tahun Kemudian~
Waktu seakan
cepat bergulir. Kenangan masa lalu seakan berlalu begitu saja dan tak ingin
untuk dipikirkan lagi. Biarlah kenangan tersebut berlalu bagai badai yang tak
selamanya menyerang orang banyak. Badai berlalu pasti aka nada pelangi yang
indah suatu saat nanti. Manusia hanya bisa menikmati waktu yang telah
diberikan. Tak peduli banyaknya waktu yang telah diberikan, tapi apa yang kita
kerjakan dengan waktu tersebut.
Zaman seakan
berubah, melumat jiwa-jiwa beringis yang tamak akan kekuasaan. Tak ingin lagi
untuk menikmati hidup yang penuh dengan makna. Bagaikan badut di tengah kawanan
hiu. Jikalau bergerak sedikit saja, maka mereka dengan sigap menjadikan
santapan lezat. Berkenalana jauh dari pandangan orang terkasih adalah hal yang
tak diharapkan orang banyak.
Khayalan Eun
Jeong pecah setelah In Bahn datang memanggilnya dari belakang. Eun Jeong
membayangkan dirinya kembali ke Joseon. 5 tahun ini seakan menjadi sangatlah
berat baginya. In Bahn sangatlah mengerti dengan keadaan Eun Jeong. “Tidakkah
kau kasihan kepadaku, tolong bawa aku kembali ke Joseon?” pinta Eun Jeong
sambil berlutut di depan In Bahn.
In Bahn
merasakan iba, setetes air matanya tiba-tiba menetes begitu saja melihat
kepedihan yang dirasakan Eun Jeong. “Kamu boleh kembali, yah kembalilah besok
pagi!” cetus guru Baek yang tiba-tiba saja. Eun Jeong lalu bangkit untuk
berdiri. In Bahn awalnya tak setuju dengan ide guru Baek untuk memulangkan Eun
Jeong. “Kamu tak boleh selamanya di sini, kembalilah ke Joseon. Keluarga dan
sahabatmu sangatlah mengkhawatirkanmu!”
Eun Jeong
mengangguk dan juga berurai air mata. Eun Jeong membalikkan pandangannya dan
melihat ke arah dermaga untuk menuju ke Joseon. Sambil memegang dadanya, Eun
Jeong berkata, “Yi Kwang, tunggu aku. Aku akan datang padamu!”
Seluruh istana
tengah sibuk mempersiapkan hari penobatan Pangeran besar Haeyang sebagai putra
mahkota Joseon. Acaranya disebut-sebut sangatlah meriah dengan mengundang
berbagai delegasi, termasuk dari Ming. Bok Jung tak mau ketinggalan ambil
bagian dalam hari penobatan tersebut. Sebagai seorang permaisuri dia harus
menunjukkan baktinya kepada Pangeran Besar Haeyang.
Acara
penobatannya besok lusa, hal tersebut yang membuat kelompok yang dibawahi oleh
Ja Gwang mulai merencanakan sesuatu untuk menghentikan penobatan tersebut.
Mereka berencana untuk menculik Pangeran Besar Haeyang saat pangeran Besar
Haeyang dijadwalkan akan berburu besok pagi.
Mereka sangat
apik dalam rencana tersebut. Mereka tak ingin membuat kesalahan sedikit pun
yang bisa membuat Pangeran Besar Haeyang dinobatkan menjadi Putra Mahkota
Joseon. Maka dari itu, sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan jejak.
Pangeran
Deokwon yang sebenarnya mengingat kalau hari ini adalah 5 tahun kepergian Eun
Jeong. Setiap tahunnya dia selalu ke dermaga mengecek apakah Eun Jeong sudah
kembali atau tidak. Dia berencana untuk pergi besok saat yang lain menemani
Pangeran Besar Haeyang berburu.
Eun Jeong
tengah bersiap di rumah guru Baek. tak lupa, guru Baek memberikan buku untuk
Eun Jeong. “Aku harap kamu mau membaca buku ini. Semoga bermanfaat. Setelah di
Joseon, aku ingin mendengar kalau kelas bawah juga bisa masuk ke perpustakaan
untuk membaca buku.” Itu adalah nasihat guru Baek. Eun Jeong akan pergi bersama
dengan orang yang dia anggap kakaknya sendiri, In Bahn.
Keesokan
harinya, mereka berdua menuju ke dermaga, setelah semua penumpang naik maka
kapal tersebut segera berlabuh menyeberangi lautan yang cukup luas. Di lain tempat,
Pangeran Deokwon berlari menuju ke dermaga untuk mengecek apakah Eun Jeong
sudah kembali atau tidak. Pangeran Deokwon tidak menyadari kalau dia diikuti
oleh Wol Gin.
Sementara itu,
Pangeran Besar Haeyang tengah asyik berburu. Karena keasyikan itu, dia tidak
sadar kalau dia berpisah dengan rombongan prajurit. Dia merasa tersesat di
tengah lebatnya hutan. Tiba-tiba, dari arah belakang ada yang menebas bahunya
dan membuat Pangeran besar Haeyang tak sadarkan diri. Perbuatan bejat mereka
ditambah dengan membuang Pangeran Besar Haeyang ke sebuah lembah bukit yang
cukup curam.
Para prajurit
masih belum sadar kalau Pangeran Besar Haeyang menghilang. Tak lama kemudian,
seorang prajurit mengumumkan bahwa Pangeran Besar menghilang. Semua prajurit
merasa was-was. Mereka mulai mencari Pangeran Besar di berbagai tempat.
Hasilnya tidak maksimal. Tak ada satupun orang yang dapat menemukan keberadaan
Pangeran Besar.
Hampir seharian
berlabuh membuat Eun Jeong merasakan kelelahan. Dia langsung turun dari kapal
tersebut. Di sana sudah Pangeran Deokwon juga Wol Gin. Namun mereka berdua
tidak menyadari kalau Eun Jeong ada di belakang mereka. Mereka hanya tengah
sibuk mencari-cari Eun Jeong tapi tetap saja tidak ditemukan.
“Kenapa kalian
mencari seseorang yang takkan mungkin kembali?” gerutu Wol Gin. Ucapan itu
membuat Pangeran Deokwon marah kepada Wol Gin dan langsung membentaknya.
“Lantas, apa yang kamu lakukan di sini? Berhentilah mengikutiku karena aku
bukan siapa-siapa untukmu!”
Perkataan
Pangeran Deokwon sangatlah menyakitkan. Hingga membuat Wol Gin langsung
bergegas pergi. Sementara itu, Eun Jeong berpisah dengan In Bahn karena banyak
orang yang lalu-lalang di dermaga. Tiba-tiba, Eun Jeong menabrak Wol Gin hingga
membuatnya terjatuh. Dengan tulus, Wol Gin membantunya berdiri dengan
menyodorkan tanggannya. Alangkah kagetnya Eun Jeong ketika melihat symbol
laba-laba di tangan Wol Gin itu sama dengan tangan yang telah membunuh ayahnya.
Dalam hatinya, dia merintih dengan teringatnya kenangan tersebut. Wol Gin
menatapnya dengan penuh tanda tanya. Eun Jeong lantas berdiri dan mendorong Wol
Gin dan berlari dengan sangat gesit.
Wol Gin merasa
heran dengan tingkah laku Eun Jeong. Tapi dia tak tak terlalu mengubrisnya dan
tetap pergi meninggalkan Pangeran Deokwon. Sementara itu, Eun Jeong berlari ke
tengah hutan tempat ayahnya dibunuh. Kakinya berdarah tak ia pedulikan. Dia
terus saja berlari menuju tempat tersebut.
Masa lalunya
seakan menhantuinya kembali. Tangisannya begitu deras. Sekelebat kemudian,
suara sendu terdengar olehnya. “Tolong aku!” suara tersebut adalah Pangeran
Besar Haeyang yang berasal dari lembah bukit tepat di bawah Eun Jeong. Eun Jeong yang menyadari
suara tersebut langsung menuruni lembah tersebut dan segera membawa Pangeran
Besar Haeyang ke tempat yang aman.
Dari kejauhan
terdapat sebuah gubuk tua. Kebetulan Eun Jeong membawa persediaan obat-obatan
di tasnya. Eun Jeong seakan mengenal wajah yang dia tolong itu, tapi dia tak
tahu kapan dia pernah melihatnya. Dia langsung saja menaburi luka Pangeran
besar dengan bubuk yang bisa menghentikan pendarahan. Dia lalu memgang
tangannya dan memeriksa denyut nadinya. Sentuhan tangan itu seakan pernah dia
alami sebelumnya.
Dengan sabar
dan sangat teliti, Eun Jeong membersihkan simpah darah di tubuhnya dan
memberikannya perawatan yang sangat baik agar dia bisa segera sembuh. Hatinya
seakan berdebar sangat kencang hingga sesekali dia memgang dadanya yang sangat
sesak. Dia juga teringat dengan kejadiaan saat ayahnya dibunuh dengan tragis di
depannya sendiri. Pelakunya tak lain adalah orang yang mengejar buku Rahasia
Maljola.
Eun Jeong telah
selesai memberikan perawatan kepada Pangeran Besar Haeyang. Tak lama kemudia,
dia mengambil air dan kain untuk mengelap wajah dari Pangeran Besar Haeyang
yang cukup kotor karena terguling dari atas bukit. Kenangannya seakan
menghantuinya kembali. Dia teringat kembali sosok Yi Kwang yang menolongnya
dulu.
Pangeran Besar
Haeyang masih belum sadar, Eun Jeong kian khawatir. Untuk itu, dia rutin memberikan
ramuan agar Pangeran Besar Haeyang bisa segera pulih sampai larut malam.
Padahal besok adalah malam penobatannya menjadi seorang Putra Mahkota.
Di istana,
semua orang sedang khawatir mencari Pangeran Besar, semua prajurit dikerahkan
untuk mencari Pangeran Besar. Ratu Jeonghui merasa sangat sedih, untuk itu Bok
Jung menenangkan Ratu Jeonghui yang sedang sedih karena hilangnya Pangeran
Besar. Raja juga dibuat tidak berkonsentrasi dengan pekerjaannya karena terus
memikirkan Pangeran Besar.
Fajar pagi
telah menyingsing. Dekorasi penobatan sangatlah mewah dan meriah. Bertabur
bunga, dan hiasan warna-warni. Semua orang berbaris menyambut Pangeran Besar
Haeyang yang entah kapan akan datang. Semua orang seakan berbisik bahwa
Pangeran Besar tidak mungkin akan datang.
Hari sudah
semakin siang, para menteri bercucuran peluh karena telah lama berdiri di bawah
terik matahari. Menteri Min Su merasa sangat sedih, sementara Ja Gwang dalam
senyumnya terdapat kepuasan karena tidak melihat Pangeran Besar hadir di penobatan
tersebut.
Tiba-tiba,
gerbang terbuka. Kasim Soe mengumumkan kedatangan Pangeran Besar Haeyang. Bagai
melihat hantu di siang hari, Menteri Ja Gwang merasa tergemap melihat
kedatangan Pangeran Besar, begitu pula dengan para koloninya. Raja tersenyum lega
mellihat kedatangan Pangeran Besar Haeyang.
Tiba pembacaan
titah raja, diputuskan bahwa Pangeran Besar Haeyang akan menjadi Puta Mahkota
dari Joseon setelah Raja Sejo turun tahta. Semua menteri membungkuk member
selamat. Walaupun tak sudi, Ja Wang telah melakukannya. Semua seakan sangat
bahagia dengan penobatan tersebut.
Pangeran Besar
Haeyang lalu teringat saat berdua dengan Eun Jeong di sebuah gubuk. Saat itu,
Eun Jeong baru saja memberikan ramuan agar dia bisa segera sembuh. Dengan
kelopak mata yang mulai bergerak, Pangeran Besar Haeyang kini telah sadar
kembali. Eun Jeong merasa sangat lega. “Dimana aku? Bisakah bantu aku bangun,
aku ingin duduk?” kata Pangeran Besar Haeyang dengan lemas.
“Tenang saja,
aku orang baik. Aku menemukanmu di sebuah lembah bukit dan kamu terluka, maka
dari itu aku membawamu ke sini.” Jawab Eun Jeong. Eun Jeong lalu membantunya
untuk duduk sesuai dengan permintaannya. Saat duduk, Pangeran Besar Haeyang
bertanya kembali, “Apakah sekarang sudah malam?”. Eun Jeong menjawab, “Ya sudah
malam, malah sudah larut malam.”
Eun Jeong
segera memeriksa denyut nadinya dan hasilnya dia sudah pulih kembali dengan
sangat cepat. “Aku harus segera pulang!” tutur Pangeran Besar Haeyang. “Terima
kasih telah menolongku, dan apakah kamu merasa kita pernah bertemu sebelumnya?”
sambungnya. Eun Jeong menjawab, “Aku juga merasakan hal yang sama, mungkin itu
pertemuan yang tak terduga.”
Mereka berdua
keluar dari gubuk tersebut, sudah dini hari mereka berjalan berdua menelusuri
hutan. Mereka tidak sambil berbicara. Mereka hanya diam tertegun sambil melihat
ke sana sini. Eun Jeong yang merasa kedinginan, untuk itu Pangeran Besar
Haeyang melapaskan baju luarnya dan menyelimutkannya kepada Eun Jeong. Eun
Jeong menolak, karena alasan kesehatan Pangeran besar Haeyang. Malah Pangeran
Besar Haeyang terus saja memaksa dan akhirnya Eun Jeong pun dipakaikan paaian
luar tersebut agar tak kedinginan.
Dari kejauhan,
Pangeran Besar Haeyang melihat dua orang membawa obor. Pangeran Besar Haeyang
dan Eun Jeong hanya bersembunyi di sebuah batu yang cukup besar sehingga tak
terlihat oleh kedua orang itu, Pangeran Besar Haeyang terus saja menoleh
melihat situasi, sementara Eun Jeong menatap Pangeran Besar Haeyang.
Mereka
melanjutkan perjalanan, di tepi hutan, Eun Jeong kembali bertemu dengan In Bahn
dan segera meninggalkan Pangeran Besar Haeyanng sendirian. “Datanglak ke
istana, jika kamu mau menemuiku lagi!” seru Pangeran Besar Haeyang. Akhirnya In
Bahn dan Eun Jeong melanjutkan perjalanan dan Pangeran Besar Haeyang juga
melanjutkan perjalanan menuju ke istana karena tinggal beberapa jam lagi akan
penobatannya.
Pangeran Besar
Haeyang terus saja berjalan, di depannya tiba-tiba muncul Pangeran Deokwon yang
mengangetkannya. Pangeran Daekwon sempat bertanya mengenai gadis yang
bersamanya tadi. Pangeran Besar hanya menjwabnya tidak tahu karena tidak
menanyakan namanya. Pangeran Deokwon manatapnya tajam dan seakan-akan Eun Jeong
berjalan di depannya bersama seorang pria.
Pangeran
Deokwon ingin mengejarnya tapi ditahan oleh Pangeran Besar Haeyang. Akhirnya,
mereka pun berangkat ke istana bersama-sama. Masih belum jauh, Pangeran Deokwon
menatap ke belakang, dan ternyata Eun Jeong dan In Bahn tak terlihat lagi di
depannya.
Sepanjang
perjalanan mereka saling melemparkan candaan, tak sengaja Pangeran Deokwon
menepuk punggung Pangeran Besar Haeyang hingga membuat Pangeran Besar Haeyang
sedikit merintih kesakitan. “Apa kakak terluka?” tanya Pangeran Deokwon sambil
menghentikan perjalanannya. “Ya, aku ditebas pedang kemarin. Entah siapa yang
melakukan ini?” jawab Pangeran Besar Haeyang.
Saat pulang ke
Joseon, hal pertama yang ingin dilakukan Eun Jeong adalah mengunjungi makam
ayahnya. In Bahn merestuinya dan bersama-sama mengantarnya ke makam ayah dari
Eun Jeong. Makamnya tidak jauh dari rumah guru Choi. Lama berjalan, mereka
akhirnya sampai dan di sana juga ada guru Choi.
Guru Choi
tertegun melihat kedatangan mereka. Guru Choi hampir tidak mengenali Eun Jeong
karena 5 tahun berpisah. “Nak, kamu sekarang tumbuh dewasa dan sangatlah cantik!”
puji guru Choi. “Terima kasih guru, bagaimana kabar anda?” tanya Eun Jeong
sambil memegang pusaran ayahnya. “Yah seperti ini, aku hidup dengan sangat
damai, sendirian di tepi gunung. Kalian berdua tinggallah di rumahku!” seru
guru Choi.
Guru Choi mulai
menceritakan hal-hal yang terjadi di Joseon selama mereka pergi. Mereka juga
sambil berbagai cerita saat masih di Ming. Ada satu obrolan yang membuat
suasana menjadi beku, mengenai masuknya kembali Ja Gwang ke pemerintahan.
Ternyata, berita tersebut sudah tersohor
hingga ke Ming dan Eun Jeong mengetahui kalau maksud dari buku Rahasia
Maljola tersebut adalah sebuah strategi untuk merebut tahta dengan buku.
“Ini tidak
boleh dibiarkan! Buku bukanlah alat untuk mendapatkan kekuasaan.” Gerutu guru
Choi. “Guru benar, kita akan mengungkap dalang dari semua ini.” Balas Eun
Jeong. Tak lama kemudian, Eun Jeong menanyakan mengenai pasangan Pangeran Besar
Haeyang. “Bok Jung, Han Bok Jung. Dialah permaisuri Pangeran Besar Haeyang.”
Ujar guru Choi. Eun Jeong seakan tak percaya bahwa teman sekaligus kerabatnya
menjadi seorang ratu untuk masa depan.
Eun Jeong
bertekad akan menemui Bok Jung besok di istana, tapi dia tak tahu bagaimana
cara untuk masuk ke istana. Akhirnya terpikir olehnya untuk bekerja sama dengan
ayah Bok Jung, yakni Han Chil Woon. Eun Jeong tahu dimana letak rumah
kerabatnya itu. Untuk itu, besok dia akan emnemuinya bersama dengan In Bahn
yang setia menemaninya.
Pangeran
Deokwon tak sengaja bertemu dengan Wol Gin. Wol Gin menarik tangan Pangeran
Deokwon dan mengajaknya ke suatu tempat yang sangat sepi dari pengawasan para
prajurit istana. “Mengapa kamu ke sini?” tanya Pangeran Deokwon. “Aku minta
maaf karena membuatmu marah, aku janji aku takkan mengulanginya lagi.” Tutur Wol
Gin.
Pangeran
Deokwon merasa kasihan dengan Wol Gin yang selalu saja ada mengikutinya saat
keluar istana. Untuk itu, Pangeran Deokwon mengajak Wol Gin berjalan-jalan ke
sebuah tamam bunga di sebelah selatan istana. Wol Gin merasa sangat senang
hingga matanya berbinar. Ini pengalaman pertamanya diajak jalan-jalan oleh
orang yang sangat dia cintai.
Mereka berdua
pun pergi, dengan sengaja Wol Gin menggenggam tangan Pangeran Deokwon dengan
penuh rasa cinta. Awalnya sempat ragu untuk menyentuhnya. Pangeran Deokwon
menatap Wol Gin dengan tatapan datar, Wol Gin berasumsi kalau Pangeran Deokwon
marah kepadanya. Kenyataannya tidak, Pangeran Deokwon malah sumringah kepadanya
dan kembali membalas genggaman tangan Wol Gin. Wol Gin dibuat salah tingkah dan
hatinya seakan semakin menggebu-gebu.
Sepanjang perjalanan, Wol Gin terus saja
berkhayal. Tak sengaja, dia tersandung di sebuah batu dan akhirnya terjatuh
bersama dengan Pangeran Deokwon di kumpulan bunga warna-warni. Wol Gin kian
kepincut dengan Pangeran Deokwon, sementara itu Pangeran Deokwon hanya menatap Wol
Gin dengan sedikit tersenyum. Walaupun sedikit senyuman, tapi mampu membuat Wol
Gin kian meleleh.
Eun Jeong yang
kemarin berencana menemui ayah Bok Jung kini sudah sampai di rumahnya.
pembantunya memberi tahu bahwa Eun Jeong ingin menemuinya. Chil Woon tentunya
kaget karena selama 5 tahun ini dia tidak pernah bertemu lagi dengan Eun Jeong
ataupun ayahnya.
Chil Woon
memutuskan untuk keluar dari rumahnya
dan menyambut Eun Jeong dengan sangat hangat. Eun Jeong bahkan
dipersilahkan masuk dan dihidangkan beberapa makanan. Eun Jeong merasa
tersanjung dengan sambutan yang diberikan Chil Woon. “Pamam, selamat atas
terpilihnya Bok Jung jadi permaisuri Pangeran Besar Haeyang!” kata Eun Jeong
sambil membungkuk. “Semua itu tak terlepas dari bantuanmu, terima kasih!” ujar
Chil Woon.
Saat pemilihan
berlangsung, sebelum Eun Jeong pergi, dia masih sempat memilihkan gaun dan
aksesoris untuk Bok Jung. Baju yang Bok Jung kenakan saat seleksi pertama
adalah pilihan dari Eun Jeong yang
membuat semua orang sangat tertegun melihat kecantikan Bok Jung. Obrolan mereka
sangatlah lama, Chil Woon juga mempertanyakan keberadaan ayah dari Eun Jeong.
Dengan sedih, Eun Jeong berkata, “Dia telah meninggal,” sontak membuat Chil
Woon kaget dengan berita tersebut.
Eun Jeong pun meminta
tolong agar bisa bertemu dengan Bok Jung di istana. Chil Woon dengan senang
hati ingin membawanya bertemu dengan Bok Jung di istana. Mereka pun
bersiap-siap menuju ke istana di siang yang sangat terik. Hati Eun Jeong
sangatlah lega karena akan bertemu dengan sahabat masa kecilnya.
Prajurit
penjaga gerbang mempersilahkan mereka masuk, mereka pun masuk. Eun Jeong tak
berhenti menatap tiap sudut di istana. Itu adalah pengalaman pertamanya bisa
masuk ke dalam istana. Saat akan memasuki gerbang lagi, tanpa disengaja Eun
Jeong berpapasang dengan Pangeran Besar Haeyang. Hanya saja mereka tidak saling
menyadarinya karena terpisah akan sebuah dinding. Perjalanan yang melelakan,
akhirnya Eun Jeong sampai juga di istana. Chil Woon membiarkan mereka berdua
mengobrol bersama, sementara dirinya akan bergegas pergi.
Bok Jung
awalnya tidak mengenali Eun Jeong karena wajahnya yang sangat berubah, “Yang
Mulia, apakah anda tidak mengenal saya? Saya Eun Jeong, Han Eun Jeong!” kata
Eun Jeong sambil memegang tangan Bok Jung. “Itukah kamu, kamu dimana selama
ini?” tanya Bok Jung seakan tak percaya kalau di depannya ada Eun Jeong.
“Apakah kamu tahuu, Seo Dang dan Pangeran Deokwon seperti orang gila yang terus
saja mencarimu.” Sambungnya.
Eun Jeong
merasa kasihan dengan mereka berdua, sesuai dugaannya pasti mereka selalu
mencari Eun Jeong. Eun Jeong dan Bok Jung pun saling bertukar pengalaman. Tiba-tiba,
Bok Jung merasa sangat kelelahan dan langsung pingsan. Eun Jeong merasa sangat
khawatir. Eun Jeong memeriksa denyut nadi Bok Jung dan ternyata Bok Jung
keracunan. Dengan sigap, dia memeriksa the yang diminum oleh Bok Jung. Racunnya
ada pada tehnya. Eun Jeong pun berteriak memanggil para dayangnya.
Pavilium Bok
Jung seakan menjadi heboh. Eun Jeong tetap duduk di sampingnya dan terus
memikirkan keadaan Bok Jung. Tabib berkata, “Benar, ini keracunan. Stok
penawarnya habis di balai pengobatan, dan Yang Mulia harus segera diberikan
penawar,” kata Tabib istana. “Tidak, penawar untuk racun tersebut bukan hanya
itu satu-satunya. Antarkan aku ke balai pengobatan, aku akan meracik penawar
racun untuknya.” Seru Eun Jeong.
Eun Jeong pun
diantar ke balai pengobatan bersama seorang tabib, Eun Jeong takjub dengan
banyaknya obat-obatan yang tersedia di sana. Obat-obatan di sana sangat
lengkap, hampir sama dengan koleksi obatan-obatan saat di asrama sekolahnya
dulu di Ming. Dengan sigap, Eun Jeong mengambil sebuah obat yang berbentuk
bubuk dan dia campur dengan sebuah daun kering dan dia haluskan, setelah halus
dia masukkan ke wadah yang berisi air panas.
Tabib istana
awalnya ragu dengan penawar yang diberikan oleh Eun Jeong, tapi tabib melihat
keseriusan Eun Jeong dalam meracik obat-obatan akhirnya tabib tersebub sedikit
percaya. Ramuan penawar racun tersebut diantar ke bilik Bok Jung dengan segera.
Eun Jeong tidak mengikutinya, dia hanya ingin kembali ke rumah guru Choi.
Dengan
menggunkan sendok, tabib istana menyuapi Bok Jung dengan ramuan tersebut
sedikit demi sedikit. Setelah 5 detik, obat tersebut akhirnya bereaksi dan
akhirnya racun tersebut termuntahkan bersama dengan darah. Bok Jung kini sadar
kembali dan memanggil nama Pangeran Besar Haeyang. Dayang Jo disuruh untuk
memanggil Pangeran Besar Haeyang untuk menyampaikan kesehatan dari Bok Jung.
Eun Jeong
merasa ada yang aneh saat dia melewati sebuah pavilium dan melihat seorang
menteri sedang berbisik dengan dayang pemasak. Menteri tersebut lalu
menyodorkan uang perak dalam sebuah kantong dan menyuruhnya pergi. Eun Jeong
merasa sangat curiga, untuk itu dia mengikuti gerak-gerik dayang tersebut.
Dayang tersebut
keluar dari istana dan berjalan menuju ke sebuah took herbal. Dia menyodorkan
beberapa koin uang untuk membayar belanjaannya tadi lalu kemudian pergi.
Wajahnya sangat pucat dan tegang. Dia tak berhenti menoleh ke sampingnya melihat
situasi. Eun Jeong kian penasaran dan bertanya ke penjual obat tersebut.
“Apa yang
dibeli wanita tadi?” tanya Eun Jeong. Awalnya penjual obat tersebut tampak ragu
untuk memberitahu Eun Jeong, tapi karena Eun Jeong yang terus-terusan melas,
maka Eun Jeong langsung diberitahu jenis obat yang dibeli wanita tersebut.
Penjual tersebut tidak memberitahu nama obatnya, tapi dia memberikan langsung
bentuk obat yang dibelinya. Bentuknya memanjang dan berwarna coklat serta
aromanya sedikit menyengat. “Aku sudah 5 tahun belajar jenis obat-obatan tapi
belum tahu obat apakah ini?” gumam Eun Jeong sambil berpikir untuk membelinya
dan bertanya kepada guru Choi.
Wol Gin dan
pangeran Deokwon kian dekat, hampir seharian mereka bersama. Bukan lagi dalam
istana, tetapi berjalan-jalan berdua keluar istana. Kedekatan mereka kian dekat
karena Pangeran Deokwon sudah berani memagang tangan Wol Gin tanpa canggung.
Senyum pangeran Deokwon kepada Wol Gin tak sedingin dulu lagi.
Di sebuah tamam
dekat sebuah pavilium, Wol Gin akhirnya dilamar oleh Pangeran Deokwon. Sungguh,
hari itu sangatah indah bagi Wol Gin karena penantiannya selama 5 tahun ini
berbuah hasil. “Aku akan menikahimu, aku sudah melupakan masa laluku. Kini aku
sadar, orang yang aku tunggu takkan mungkin kembali. Jadi, aku hanya akan
menikahimu itu karena aku menyukaimu.”
Wol Gin kian
bahagia mendengar perkataan Pangeran Deokwon, bahkan dia salah tingkah dan
berbicara dengan sangat tidak jelas
hingga membuat Pangeran Deokwon terkekeh-kekeh. Mereka melanjutkan
perjalanan di sebuah padang yang ditumbuhi bunga matahari.
Comments
Post a Comment