Cerbung: My Heart In The palace Part IV
Perjalan yang
sangat panjang dari Joseon ke Ming, di tengah kelelahan tersebut, Eun Jeong
masih teringiang-ngiang dengan kenangannya bersama dengan ayahnya. Saat memegan
roti untuk dia santap pun dia teringat saat ayahnya menyuapinya dengan penuh
kasih sayang. Sekarang, dia bagai burung yang dilepas untuk berkelana di negeri
lain.
Buku
Rahasia Maljola masih ada dalam dekapannya. Tekadnya bulat untuk mencari tahu
rahasia dalam buku itu sampai-sampai ayahnya menyuruhnya ke Ming untuk mencari
tahu. Tiba-tiba kerumunan orang melewatinya, sejurus kemudian dia memasukkan
buku tersebut ke dalam tasnya agar tidak hilang.
Kerumunan orang tersebut nampaknya
adalah perompak yang ingin merebut barang penumpang. Orang seperti mereka
biasanya menyamar untuk naik ke kapal dan merampok barang penumpang. Seseorang
dari mereka langsung merebut tas milik Eun Jeong. Eun Jeong yang kaget langsung
menarik dengan sekuat-kuatnya agar tas tersebut tidak diambil perompak
tersebut.
Usahanya gagal, lebih parahnya lagi
tas Eun Jeong tercebur ke dalam lautan yang amatlah luas. Perompak tersebut
hanya bisa terkekeh melihat kesengsaraan yang dihadapi Eun Jeong. Eun Jeong
langsung berlari menuju ke tepi kapal dan meminta tolong agar tas tersebut bisa
diambil kembali. Tapi, percuma. Orang-orang di sekitarnya hanya menatapnya
dengan risih dan seakan tak mau pusing.
Kawanan perompak tersebut menuju ke
tempat lain dan meninggalkan Eun Jeong. Tiba-tiba, sesseorang mengangkat tas
Eun Jeong dari bawah laut. Dekat sangat perkasa, dia menyelami lautan dan naik
kembali ke kapal tersebut. Eun Jeong merasa takjub dan menghapus butir air
matanya sedikit-demi sedikit.
Pemuda tersebut berhasil naik ke
atas kapal. “Ini milik kamu kan?” Tanya pemuda itu sambil menyodorkan tas milik
Eun Jeong. Karena merasa tak percaya, dia seketika gagap, “I..ya”. pemuda tersebut
tertawa dan berusaha menenangkan Eun Jeong. “Sudahlah, jjangan bersedih lagi.
Dimana orang tuamu? Apakah kamu sendiri?” Tanya pemuda tersebut yang
mengarahkan wajahnya ke depan wajah Eun Jeong karena terlalu tinggi. Eun Jeong
hanya bisa menunduk, “Iya, aku sendiri menuju Ming. Ayah dan ibuku telah tiada.
Sekarang aku harus mandiri dan berjuang untuk mencari kebenaran dari kematian
tragis ayahku.” Tandas Eun Jeong.
“Namaku Tae In Bahn, aku juga dari
Joseon sama sepertimu.” Kata pemuda tersebut. “Kalau kamu mau, kamu bisa
tinggal denganku di Ming. Kalau memang kamu tidak punya tempat tinggal.”
Pungkasnya.
“Kamu orang baik kan?” Tanya Eun
Jeong dengan sangat lugu. “Kalau kamu orang baik, aku bersedia tinggal di
rumahmu. Namaku Han Eun Jeong.” Sambungnya.
Pangeran Deokwon kembali mengelabui
prajurit di istana. Dia berhasil lagi untuk keluar istana diam-diam. Di
dekapannya sudah ada buku untuk Eun Jeong. Pangeran Deokwon belum mengetahui
kabar perginya Eun Jeong ke Ming.
Dengan langkah yang sangat percaya
diri, dia menuju ke rumah Eun Jeong. Dari kejauhan, dia melihat saingan
terberatnya yang juga menyukai Eun Jeong, siapa lagi kalau buka Seo Dang.
Mereka sempat saling bertatapan sinis di tengah keramain pasar. Mereka tak lama
saling menatap sinis, segerombol orang suruhan berlari di dekatnya. Seo Dang
menarik tangan Pangeran Deokwon dan berusaha bersembunyi.
“Mereka mungkin orang suruhan dari
istana untuk mencarimu, jadi hati-hatilah. Kamu keluarga kerajaan, tapi suka
keluyuran ke luar istana hanya untuk menemui pujaan hatiku.” Kata Seo Dang.
Pangeran Deokwon merasa penasaran dengan orang tersebut. Dia lalu menguping
pembicaraan mereka, ada beberapa kata yang Pangeran Deokwon dengar, yakni
“….menangkap anak Yil Byung.”
Kebetulan, pangeran Dekwon tidak mengetahui
siapa itu Yil Byung. Tapi, di sisi lain Seo Dang bertanya mengenai apa yang dia
dengar, dengan sigap dia menjawab, “Mereka tadi bilang untuk menangkap anak Yil
Byung.”
Seo Dang kaget, dan segera berlari
secepat mungkin karena dia tahu kalau yang mereka maksud adalah Eun Jeong. Rupanya
mereka terlambat, baik halaman dan bagian dalam rumah terlihat berantakan.
Sebagian barang-barang milik Eun Jeong hilang. Ayahnya juga tak ada di sana.
Seo Dang merasakan hancur, seakan
dunianya lenyap. Eun Jeong bagai ditelan bumi hanya semalaman. Padahal mereka
bertiga masih mengobrol kemarin. Salah seorang tetangga eun Jeong berkata,
“Mungkin mereka pergi ke tempat lain, karena mereka berdua tadi malam pergi
diam-diam dan membawa barang-barang
mereka.”
“Dermaga! Ya Dermaga, ayo kita ke
dermaga!” kata pangeran Deokwon. Mereka berlari Terberit-berit menuju ke
Dermaga. Di tengah perjalanan, Pangeran Deokwon yang matanya berlinang air mata
dan memikirkan sesuatu hingga tidak memperdulikan orang di depannya menabrak Wol Gin hingga kepala mereka berbenturan dan tergeletak di tanah.
Tak ada waktu untuk bercakap dengan Wol Gin, Pangeran Deokwon segera berlari menyusul Seo Dang yang berlari lebih
dulu. Wol Gin mengangkat tangannya agar bisa dibantu berdiri, tapi Pangeran
Deokwon tak mengacuhkannya. Pangeran Deokwon tetap berlari.
Wol Gin merasa ada yang aneh dengan
Pangeran Deokwon. Oleh karena itu, dia juga ikutan berlari walaupun kakinya
sedikit sakit karena tabrakan tadi. Pangeran Deokwon tak menyadari kalau di
belakangnya ada Wol Gin yang membuntutinya.
Mereka berdua sampai di dermaga
terlebih dahulu. “Ada sebuah kapal yang bertengger di sana, ayo kita periksa!
Mungkin saja Eun Jeong belum berangkat.” Seru Seo Dang. Pangeran Deokwon hanya
mengangguk menuruti seruan Seo Dang. Wol Gin yang baru datang mengamati apa
yang tengah mereka lakukan.
Semua isi kapal yang dilihat mereka
berdua dia geledah satu per satu. Sama saja tak membuahkan hasil. Eun Jeong
tidak ditemukan. Seseorrang penjaga pelabuhan bertanya mengenai apa yang mereka
lakukan. “Pak, Pak! Tolong aku, apa anda melihat seorang gadis yang setinggi
dia,..” sambil menunjuk Pangeran Deokwon. “Dia memakai baju berwarna biru, dia
datang bersama ayahnya.”
Penjaga pelabuhan tersebut menjawab,
“Tadi malam aku melihat seorang gadis sendirian naik ke kapal yang berangkat ke
Ming, tapi aku tidak melihat dia bersama ayahnya.”. seakan jawaban penjaga
pelabuhan tersebut menghancurkan hati mereka berdua. Tak ada lagi sahabat
perempuan mereka yang sangat baik hati.
Mereka turun dari kapal dan segera
kembali. Wol Gin memarahi Pangeran Deokwon karena tidak membantunya tadi saat
terjatuh. Jawaban Pangeran Deokwon sedikit lemas bahkan tak bergairah untuk
berbicara, sama halnya dengan Seo Dang. Setiap pertanyaan yang keluar dari
mulut Wol Gin tak ada yang mau menjawabnya.
Langkah Pangeran Deokwon
terseok-seok. Pikirannya melayang-layang di udara. Dia tak memerhatiakan lagi
langkahnya. Sementara itu Seo Dang masih duduk termenung di bawah naungan pohon
yang rindang. Wol Gin kian penasaran dengan apa yang telah terjadi kepada
mereka berdua.
“Apa apa denganmu?” Tanya Wol Gin sambil mengikuti langkah Pangeran Deokwon. Seo Dang juga mulai bangkit dan
mulai berjalan menysusul Pangeran Deokwon yang lebih jauh di depannya.
Pertanyaan kali ini dijawab oleh Pangeran Deokwon, “Entahlah, aku sudah tidak
tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Dia pergi begitu saja, padahal kami
baru saling kenal hanya seminggu saja.”
Wol Gin merasa tidak mengerti dengan
apa yang dikatakan oleh Pangeran Deokwon. Tiba-tiba Seo Dang menyebut nama Eun
Jeong dari arah belakang. Langkah Pangeran Deokwon dan Wol Gin berhenti
seketika. Dengan tampak lesuh, Seo Dang menyebut nama itu lagi yang kian
membuat hati Pangeran Deokwon hancur.
Pangeran Deokwon merasa tidak kuat
dengan semua yang telah terjadi, tiba-tiba tubuhnya akan rebah ke tanah,
untungnya Wol Gin menimangnya dengan sekuat tenaga. Pangeran Deokwon masih
berkhayal kalau yang menimangnya adalah Eun Jeong. “Apa yang terjadi kepadamu,
ayo kita pulang!” seru Wol Gin sambil menyeret Pangeran Deokwon.
“Sudahlah Pangeran! Ikuti saja dia!”
ujar Seo Dang. Wol Gin kaget, kalau yang dia sentuh sekarang adalah seorang
Pangeran Joseon. Wol Gin langsung melepaskan tangannya dan membungkuk memberi
hormat. Mereka bertiga pun segera pulang. Akan tetapi, Wol Gin masih penasaran
dengan sosok Eun Jeong yang membuat mereka hancur karena pergi ke Ming.
Eun Jeong masih berada di atas kapal
menuju Ming. Senja seakan berpancar di hadapannya. Berarti sebentar lagi akan
malam. Sekelebat kemudian, dia teringat kenangannya bersama ayahnya ketika
duduk di depan rumahnya dan menikmati keindahan senja di Joseon.
Di Hadapan kapal, sudah tampak
dermaga di Ming. Sibuk, itulah kata yang bisa disandang untuk dermaga tersebut.
Semua orang seakan bersuka ria karena akan segera sampai ke Ming. Tapi tidak
dengan Eun Jeong. In Bahn memotivasi Eun Jeong untuk bisa memulai hidup barunya
di Ming dengan sangat bahagia, “Aku akan selalu membantumu!” kata In Bahn
sambil menepuk pundak Eun Jeong.
Eun Jeong merasa tenang, karena
selama di Ming aka nada yang bisa melindunginya, yakni sosok yang baru ia kenal
tapi sudah sangat percaya kepadanya, yakni In Bahn. In Bahn menjelaskan bahwa
tujuan dia ke Ming adalah mencari gurunya yang berkenalana hingga ke Ming hanya
untuk belajar lebih dalam lagi. Rencananya, In Bahn akan membawanya kembali ke
Joseon, karena dia lebih dibutuhkan di Joseon.
Joseon dan Ming sangatlah berbeda,
di Ming kelas bawah pun bisa masuk di perpustakaan Negara. Itulah yang membuat
Eun Jeong bahagia dengan kata-kata In Bahn mengenai perpustakaan di Ming.
Kapal mereka telah bersandar di
dermaga, semua penumpang turun. Dermaga kala itu sedang sangat ramai. In Bahn memegang
tangan Eun Jeong agar tidak berpisah dengan orang yang dia anggap adiknya
sendiri. “Sekarang, kamu harus panggil aku kakak!” kata In Bahn. Eun Jeong
mengangguk dan tersenyum kepada In Bahn.
Eun Jeong sejenak menghela nafas dan
memulai langkahnya untuk menyentuh daratan Ming yang sangat tersohor hingga ke
Joseon. Mereka saling bertatapan, “Kita sekarang kakak beradik, jadi kita akan
mulai melangkah bersama!” seru In Bahn. “Iya kak!” jawab Eun Jeong.
Seleksi selanjutnya dilaksanakan,
kali ini dengan empat peserta. Semuanya berasal dari keluarga bangsawan dan
terhormat di Joseon. Mereka duduk di depan ratu dan para ibu suri dengan tegap
dan mengepalkan tangan mereka sebagai symbol kelembutan seorang wanita. Mereka
akan dajukan pertanyaan, dan harus dijawab. Jawaban mereka disaksikan langsung
oleh Pangeran Besar Haeyang karena setelah ini, dia akan memilih pasangannya.
Pangeran besar Haeyang datang, semua
orang berdiri member hormat. Pangeran Besar Haeyang langsung menatap Bok Jung
dan tersenyum kepadanya, Bok Jung tersipu malu. Pangeran Besar Haeyang langsung
teringat saat dirinya bertemu dengan Bok Jung dan mengobrol dengannya.
Sebenarnya sebelum seleksi ini, Bok
Jung sudah lebih dulu saling akrab dengan Pangeran Besar Haeyang akibat tidak
sengaja di sebuah pavilium. Pangeran Besar Haeyang kala itu mengungkapkan
segala perasaanya. Bahwa dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang
gadis yang dia tolong dulu.
Tentu saja, sebagai wanita merasa
cemburu dengan apa yang dikatan Pangeran Besar. Tapi, Pangeran Besar tak mau
menyakiti hati Bok Jung. Oleh karena itu, dia berkata, “Di seleksi nanti, aku
akan memilihmu. Entah siapa lagi yang akan aku pilih kalau bukan kamu. Aku
takkan mungkin memilih anak seorang menteri yang dipecat di masa lalu, jadi bersiaplah
menjadi permaisuriku.”
Bok Jung merasa tersanjung dengan
perkatan Pangeran Besar Haeyang. Dia mengucapkan terima kasih. “Aku hanya
berharap bisa bertemu lagi dengan gadis itu, aku ingi mengungkapkan
perasaanku.” Sambung Pangeran Besar Haeyang. Bok Jung yang terlanjur bahagia,
tiba-tiba pura-pura tegar di hadapan Pangeran Besar Haeyang.
Sementara itu, Pangeran Deokwon yang
merasa sangat hancur duduk termenung di kamarnya. Tak ada satupun orang yang
berbicara dengannya sejak semalam. Pangeran Deokwon merasa sangat rindu dengan
Eun Jeong. Dia lihat buku yang ingin diberikan kepada Eun Jeong, lalu
diputuskan untuk menyimpannya di dalam kotak rahasia pribadinya dan
menyimpannya jauh dari jangkauan orang lain.
Semua peserta telah menjawab,
kecuali Bok Jung. Yang Mulia Rati langsung bertanya,”Menurutmu, apa yang paling
dalam di dunia ini?”. Dengan cepat Bok Jung menjawab, “Hati, hati seorang
manusia adalah yang paling terdalam. Kita takkan bisa mengukur berapa ke
dalamannya, hanya bisa dilihat dan dirasakan pada ketulusan seseorang.” Semua
orang tercengang dengan jawaban cerdas Bok Jung. Pangeran Besar Haeyang merasa
sangat puas dengan jawaban Bok Jung.
Tiba di saat terakhir, saat Pangeran
Besar Haeyang harus memilih satu di antara mereka. Dengan sigap, dia langsung
menarik tangan Bok Jung dan langsung mengumumkan kalau dia adalah calon
permaisuriku. Semua orang bahagia dengan keputusan Pangeran Besar Haeyang.
“Selamat Pangeran, pilihanmu sangatlah tepat. Itu sesuai dengan perkiraanku.”
Dalam perjalanan, Eun Jeong merasa
jantungnya terasa sakit. Seakan ada yang telah terjadi kepada seseorang. In
Bahn langsung menenangkannya. Mereka memutuskan untuk istirahat sejenak di
bawah sebuah pohon. Eun Jeong mencurahkan perasaanya kepada In Bahn. In Bahn
mengerti dengan perasaan Eun Jeong. Eun Jeong pun tak kuat menahan air matanya.
Untungnya In Bahn kembali menenangkannya, dan berjanji akan membuat Eun Jeong
bisa nyaman di Ming.
Wol Gin gagal dalam seleksi
tersebut. Langkahnya bagai seorang mayat hidup karena memikirkan perkataan dari
ayahnya. Hidupnya akan dipertaruhkan setelah ini. Tib-tiba datang Pangeran
Deokwon, Wol Gin menyapanya. Kesempatan kali ini Pangeran Deokwon lebih ramah
kepada Wol Gin dengan memberinya sedikit sumringah. Wol Gin menanyakan keadaan Pangeran
Deokwon. Pangeran Deokwon hanya berkata dia dalam keadaan baik dan menyuruh Wol Gin untuk tidak terlalu khawatir.
Pangeran Deokwon merasa curiga
dengan kedatangan Wol Gin datang ke istana sendirian, dan baru saja keluar dari
tempat seleksi permaisuri Pangeran Besar. Pangeran Deokwon mencurigai Wol Gin turut serta dalam seleksi tersebut. Awalnya Wol Gin menyangkalnya, tetapi
datang Pangeran Besar Haeyang. Pangeran Besar Haeyang langsung mengatakan bahwa Wol Gin juga ikut dalam seleksi ini. Pangeran Deokwon kaget mengenai kabar
tersebut.
Wol Gin pun terus terang mengenai
keikutsertaan dirinya dalam seleksi kali ini. Dia bahkan jujur kalau semua itu
bukan kehendaknya. Dia juga tak mau mengikuti seleksi tersebut. “Ayahku, ayahku
yang memaksa aku mengikuti untuk ikut seleksi ini. Maafkan aku!” kata Wol Gin menunduk sedih.
Pangeran Besar Haeyang hanya
bergeming mendengar perkataan Wol Gin, begitu pula dengan Pangeran Deokwon.
Sejurus kemudian, Pangeran Deokwon menyuruh Wol Gin untuk pulang lebih dulu, karena
ada yang ingin Pangeran Deokwon sampaikan kepada Pangeran Besar Haeyang. Wol Gin menyadari kalau itu suatu obrolan yang sangat penting dan sangat pribadi.
Tapi tidak semudah itu Wol Gin untuk pergi.
Mereka berdua menduga Wol Gin telah
pergi, ternyata bersembunyi di sebuah dinding. Akibatnya, Wol Gin mendengar
obrolan mereka. “Kak, apakah anda tahu kalau aku sedang merasakan jatuh cinta
sekarang. Dia adalah gadis yang sangat baik, dia takkan pernah diam di rumahnya
dan berjalan ke sana ke mari. Dia hanya akan diam kalau membaca sebuah buku.”
Perkataan Pangeran Deokwon membuat Pangeran Besar Haeyang teringat dengan Eun
Jeong. Nampaknya mereka saling mencintai seseorang yang sama.
Wol Gin mendengar semua itu. “Itulah
mengapa dia seperti orang yang hatinya hancur saat pulang dari dermaga.
Mungkin, orang yang dia cintai pergi ke Ming.” Gumam Wol Gin. Dia pun
memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Tapi, dia takkan mungkin memberi tahu
kalau dia gagal menjadi seorang permaisuri.
Di luar rumah, dia mendengar
pembicaraan ayahnya dengan seseorang. Ternyata dia adalah Yu Seong Hae yang
merupakan kerabat dari ayah Wol Gin. Yu Seong Hae mendapat jabatan penting
dalam pemerintahan. Pembicaraan mereka sangatlah penting. Dengan berani, Wol Gin masuk ke dalam rumahnya. Dugaannya salah, ayahnya kini menjelma menjadi
sosok yang tak pemarah. Buktinya, dia tak mengubris kekalahan Wol Gin dalam
seleksi Permaisuri. Dia pun keluar dari ruangan ayahnya dan menuju ke ruangan
lain.
Wol Gin merasa penasaran dengan
pembicaraan ayahnya dengan Seong Hae. Menguping memang keahliannya. Yu Seong
Hae mengatakan bahwa, “Jika kau bersikap lembut kepada anakmu, maka dengan
mudah kau bisa memerintahkannya suatu saat nanti. Walaupun dia kalah dalam
seleksi tersebut, tapi peluang untuk menjadi selir masih terbuka.”
Wol Gin merasa sangat terpukul
dengan dirinya hanya sebagai alat untuk menggapai kekuasaan. Seong Hae
melanjutkan perkataannya, “Fokus utama kita kali ini adalah memasukkanmu
kembali ke jabatan pemerintahan.” Ja Gwang tertawa dengan sangat keras. Setelah
itu langsung berpikir dengan mata yang sedikit tajam.
Red Notice:
Cerita ini hanyalah
karangan biasa yang tidak bermaksud mengubah sejarah Korea. Cerita ini hanya
sebagai media hiburan dan edukatif. Saya memohon maaf bila ada yang tersinggung
atau tidak merasa senang dengan cerita saya. Saran dan kritik sangat saya
butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik lagi
Comments
Post a Comment