Cerbung: My Heart In The palace Part III



Lautan Berkadar Cinta

Di pertemuan pagi, Raja Sejo sedikit terlambat karena terlambat bangun. Semua menteri memakluminya karena akhir-akhir ini Raja Sejo sedang sibuk di luar istana. Raja Sejo bertenya mengenai pembahasan pada pagi itu, Perdana Menteri menjawab, “Yang Mulia, mohon segera adakan seleksi permaisuri untuk Pangeran Besar Haeyang. Hal itu bisa merebut simpati rakyat.”
Pangeran Haeyang yang ada di dekat raja merasa kaget dengan usulan pembahasan yang ingin diajukan pada hari ini. Menurutnya itu tidak masuk akal karena dia baru berusia masih muda dan belum bisa mencari pasangan hidup yang bagus.
Sesuai tradisi istana, permaisuri dipilih oleh Ratu atupun Ibu Suri melalui sebuah seleksi. Kebanyakan yang ikut seleksi adalah para anak menteri atau setingkatnya. Hal lain yang membuat seleksi harus segera dilakukan adalah agar Pangeran Besar Haeyang cepat mendapat keturunan.
Dengan berbagai pertimbangan, Raja Sejo menyetujui hal tersebut. Pangeran Besar Haeyang yang terus saja mengelak tak dapat menolak permintaan ayahnya karena itu sudah menjadi bagian dari tradisi di istana. “Aku akan menyampaikan ini kepada ratu” tandas raja Sejo.
Pangeran Besar Haeyang keluar dari aula utama dengan muka yang muram. Di pikirannya hanyalah Eun Jeong yang merupakan cinta pertamanya. Pangeran Besar Haeyang hanya bisa pasrah akan keadaan dan berusaha menjalankan semua itu dengan baik demi masa depan Joseon.
Ratu yang setuju dengan hal tersebut, langsung mengumumkan bahwa besok lusa akan diadakan pemilihan permaisuri untuk Pangeran Haeyang. Wajah bahagia Ratu Jeonghui tak bisa dipungkiri. Selama ini, dia berusaha mencari pasangan yang baik untuk Pangeran besar Haeyang. Tapi, hatinya masih tersendat dengan kata-kata Pangeran Besar Haeyang yang menyebut-nyebut “Nona Han” dalam tidurnya.
Sekelebat kemudian, Ratu Jeonghui memanggil Han Chil Woon untuk bertemu di ruangan Ratu. Chol Woon merasa aneh dengan dirinya yang dipanggil bertemu dengan ratu secara pribadi di ruangannya.
Dayang Hong mempersilahkan Chil Woon masuk ke dalam ruangan ratu. Ratu menyambutnya dengan sangat hangat. Pertama hanyalah obrolan basa-basi, tapi setelah  itu ratu bertanya mengenai anaknya. “Apakah kamu mempunyai anak perempuan? Umurnya seusia dengan Pangeran Besar Haeyang.”
Chil Woon merasa eneh dengan pertanyaan Ratu Jeonghui, “Iya Yang Mulia Ratu, namanya Han Bok Jung.” Jawab Chil Woon dengan menunduk. Ratu Jeonghui tersenyum dan merasa nona Han yang dimaksud oleh Pangeran Besar Haeyang adalah anak dari Chil Woon. “Besok lusa, bawa anakmu ke seleksi permaisuri untuk pangeran Besar!” seru Ratu Jeonghui
Menteri Chil Woon yang menunduk langsung merasa kaget dengan perintah Yang Mulia Ratu. “Yang Mulia, anak saya tidak memenuhi kriteri menjadi permaisuri untuk pangeran Besar Haeyang. Mohon anda tarik kembali perintah anda!”  ucapnya.
Yang Mulia Ratu tak mengubrisnya, dia hanya ingin anak Chil Woon ikut serta dalam pemilihan tersebut. Hal tersebut karena, Yang Mulia Ratu mempunyai firasat ada ikatan kuat antara Pangeran Besar Haeyang dengan anak menteri Chil Woon.
Obrolan tersebut selesai, Chil Woon keluar dari kediaman ratu dengan langkah yang sedikit melemah memikirkan perintah Yang Mulia Ratu. Dia tidak tahu apakah anaknya mau mengikuti seleksi tersebut atau tidak.
Sementara itu, Eun Jeong sedang bersama dengan Seo Dang. Mereka sedang meramu obat herbal. Eun Jeong memang sangat ahli dalam meramu obat herbal. Apalagi ditambah dengan ilmu keperawatannya yang tinggi setelah emmbaca berbagai buku dari peprustakaan Negara.
Sejurus kemudian datang Pangeran Deokwon membawa sebuah buku yang ingin diberikan kepada Eun Jeong. Pangeran Deokwon datang karena merasa rindu dengan eun Jeong. Sebenarnya Pangeran Deokwon tidak mengetahui rumah dari Eun Jeong, tapi karena bertanya kepada para pedagang dan warga sekitar akhirnya dia bisa menmukan rumah Eun Jeong.
“Wah… buku apa itu?” Tanya Eun Jeong sambil merebut buku tersebut di tangan Pangeran Deokwon. “Buku itu mengenai obat herbal khas Ming” jawabnya dengan sedikit membanggakan diri kea rah Seo Dang. Seo Dang merasa tak berdaya dan juga cemburu dengan datangnya Pangeran Deokwon.
Eun Jeong mulai membaca buku tersebut, matanya hanya berfokus pada tiap kata dalam buku tersebut. “Tolong ambilkan aku gelas itu!” perintah Eun Jeong. Pangeran Deokwon dan Seo Dang berebut untuk mendapatkan gelas yang dimaksud oleh Eun Jeong. Jadinya, mereka sempat adu mulut dan saling klaim salah satu dari mereka yang pertama mendapatkan gelas tersebut.
Eun Jeong menggerutu kepada mereka berdua dan juga tentunya menasihati mereka untuk bisa akur dan saling memaafkan. Eun Jeong juga menyuruh mereka untuk berjanji akan menjadi sahabat yang terbaik untuk dia. Pangeran Deokwon langsung berkata dalam hati, “Bukan hanya sahabat, aku akan menjadikan kamu sebagai istriku”, sementara itu Seo Dang berkata pula dalam hatinya, “Suatu saat nanti, kata sahabat itu akan menjadi cinta untuk kita berdua.” Nampaknya persaingan di antara ereka mulai memanas, alhasil mereka saling menatap sinis dan saling menunjukkan kebolehan mereka di depan Eun Jeong.
Tiba-tiba datang seorang gadis cantik, Eun Jeong mengenalnya karena dia adalah kerabat dan satu marga dengannya. Dia adalah Han Bok Jung. Eun Jeong menyambutnya dengan sangat bahagia. Tak lupa pula, dia memperkenalkannya kepada kedua sahabatnya, “Perkenalkan dia adalah Seo Dang, dan sebelahnya adalah Pangeran Deokwon.”
Mendengar nama Pangeran, dia langsung bertanya mengenai sosok Pangeran Besar Haeyang. “Aku akan mengikuti pemilihan permaisuri besok, tapi aku penasaran dengan sosok Pangeran Besar Haeyang. Bisakah kamu ceritakan!” Tanya Bok Jung sambil mendekat ke Pangeran Deokwon.
“Dia adalah pria sekaligus kakakku yang sangat baik, kamu tahu! Kami hanya beda setahun. Dia mempunyai tubuh yang tinggi, kulit yang putih, tubuh yang tegap dan mempunyai senyum yang sangat manis.” Ucap Pangeran Deokwon
Mendengar deksripsi tersebut, entah mengapa Eun Jeong langsung terbayang dengan tuan muda yang menolongnya dulu. Inilah yang disebut cinta. Cinta Eun Jeong tertuju pada sosok yang bernama Yi Kwang. Baginya dia merasakan cinta itu saat pandangan pertama. Tapi entah sampai kapan cinta itu terbalas, bila Eun Jeong tidak pernah bertemu dengannya lagi.
Dalam sebuah kamar yang sangat gelap, tampak seorang gadis yang duduk di depan seseorang yang lebih tua darinya, bisa jadi ayah atau kakeknya. Gadis tersebut membentak pria tua tersebut dengan mengatakan, “Tidak, Tidak, aku tidak mau”. Kata-kata tersebut diulang sebisa mungkin sehingga pria tua tersebut mengerti dia tak mau menuruti perintahnya.
Tetap saja, pria tua tersebut memaksa gadis tersebut. “Kamu harus mengikuti seleksi permaisuri untuk Pangeran Besar Haeyang besok, kalau tidak kamu bukan lagi bagian dari keluargaku. Aku tidak akan mengakui margamu, sehingga kamu akan dibuang menjadi seorang budak. Apakah kamu mengerti?” kata pria tua itu sambil mengcekram dagu gadis tersebut.
Gadis tersebut hanya bisa bergeming. Dia menangis bercucuran air mata. Perintah pria tua tersebut seakan merapuhkan hati gadis malang tersebut. Matanya kian memerah dan sembab. Senyumnya tak lagi meronah. Setelah pembicaraan tersebut, dia menjadi sosok yang pendiam dan sering berkhayal.
“Wol Gin! Saatnya makan” seru ibu gadis tersebut. Gadis tersebut hanya terdiam dan tidak menanggapi seruan ibunya. Ibunya sekejab datang menghampirinya karena khawatir dengan keadaan Wol Gin yang tak merespon perkataannya. “Wol Gin!” bentak sang ibu. Tak disangka Wol Gin langsung membentak ibunya kembali, “Aku tidak mau ikut seleksi permaisuri pangeran!”.
Seorang ibu yang mendengar bentakan seorang anak pasti hatinya akan hancur, begitu pula dengan ibu Wol Gin. Tersadar, Wol Gin langsung meminta maaf kepada ibunya dan berjanji takkan mengulanginya lagi. Ibu Wol Gin, merasa curiga bahwa keadaan Wol Gin saat ini pasti karena desakan oleh ayahnya. Ibu Wol Gin paham betul bahwa anaknya tidak mau menjadi seorang permaisuri untuk Negara Joseon.
Wol Gin dan ibunya pun masuk ke dalam dan segera mungkin untuk makan. Suasana yang sedikit mengcekam kala anggota keluarga tidak ada yang saling berbicara seperti biasa. Ayah Wol Gin, Yu Ja Gwang hanya bisa menatap anaknya dengan penuh ambisi. Sementara Wol Gin hanya menatap makanan yang sungguh banyak dengan tatapan sedih seakan-akan besok harinya akan selesai.
“Setelah selesai makan, pergilah ke pasar membeli aksesoris yang terbaik di Joseon untuk kau pagi besok!” seru Ja Gwang kepada Wol Gin. Sementara itu Wol Gin hanya mengangguk sekadar mengiyakannya.
Pangeran Deokwon yang sedari tadi bersama dengan Seo Dang dan Eun Jeong bersiap untuk pulang karena sebentar lagi akan sore. Pangeran Deokwon berpamitan kepada mereka, tapi sekali lagi hanya tatapan sinis Seo Dang yang ia dapat. Berbanding terbalik dengan Eun Jeong yang tersenyum saat berpamitan dengannya.
Di perjalanan pulang, Pangeran Deokwon juga melewati pasar yang sama dengan Wol Gin. Melihat aksesoris baju, dia langsung tertarik untuk membelinya untuk Eun Jeong. Tak disangka, di saat yang bersamaan Wol Gin juga menginginkan barang yang sama. Mereka terberit mencomot barang tersebut. Mereka bersamaan mengambilnya. Mereka jadi saling klaim dia yang pertama kali mengambilnya.
Adu mulut pun terjadi antara mereka. Tapi di ujung perdebatan tersebut, Pangeran Deokwon mengalah dan mempersilahkan Wol Gin untuk membelinya. Wol Gin berterima kasih kepadanya. Tak lupa, Wol Gin langsung menyodorkan uang 2 Nyang dan segera pulang. Karena satu jalur dengan arah jalan pulang Pangeran Deokwon, mereka berjalan berdua. Bagaikan dua mawar yang bersinar di antara banyak bunga, para orang-orang di sekitarnya menyebut mereka sebagai pasangan yang cocok dan serasi.
Wol Gin tersipu malu, begitu pula dengan Pangeran Deokwon. Pangeran Deokwon hanya bisa menunduk dan langsung memegang tangan Wol Gin dan segera berlari secepat mungkin. Wol Gin dibuat kaget karenanya, hamper saja dia jatuh tersungkur ke tanah karena tarikan pangeran Deokwon yang sangat kencang.
Jauh dari keramaian, mereka berhenti sejenak. Menghela nafas dan tentunya saling melepaskan tangan.  Wol Gin salah tingka saat berada di dekat Pangeran Deokwon. Tapi sikap normal ditunjukkan Pangeran Deokwon dnegan bersikap biasa saja. Wol Gin kita sumringah, sekelebat mereka bertatapan. “Kenapa tersenyum?” Tanya pangeran Deokwon, “Apakah ada yang salah denganku?” sambungnya. Wol Gin tak membalasnya, tapi hanya tersenyum bahagia saat melihat Pangeran Deokwon.
Jauh di tepi perbukitan, Yil Byung menemui guru Yu Sun. mereka adalah teman akrab saat masih di istana. Mereka di keluarkan dari istana dengan tuduhan yang sangat aneh, yakni salah dalam mencetak buku petunjuk pertanian. Akibatnya, banyak kelas bawah yang gagal panen pada saat itu.
Awalnya guru Yu Sun tidak mengenali Yil Byung, tapi karena Yil Byung yang berusaha untuk mengingatkan akan dirinya kepada guru Yu Sun maka akhirnya guru Yu Sun pun mengingatnya. “Setelah sekian lama tak berjumpa, hari ini kamu baru menemuiku.” Katanya dengan sedikit terkekeh.
“Ada masalah penting yang harus kita bicarakan, mengenai rahasia Maljola!” kata Yil Byung dengan sangat serius. Sekelebat suasana menjadi hening. Raut muka Yu Sun berubah menjadi sangat marah, “Apakah mereka akan kembali lagi ke istana setelah kita mengusirnya dulu?”.
“Itu bisa saja, mereka bisa saja bangkit kembali dan ingin bergabung di pemerintahan. Apa yang harus kita lakukan, apakah ramalan itu akan terjadi?”. Kata Yil Byung. “Tidak, tidak, aku tidak akan membiarkan orang seperti mereka bergabung kembali di pemerintahan” tandas guru Yu Sun.
Mereka sangat serius dalam berbicara, sepertinya buka Rahasia Maljola adalah buku yang sangat penting. Sampai-sampai membicarakan mengenai ramalan masa depan Joseon. “Satu hal yang menjadi rahasia adalah, dimana letak Maljola itu? Apakah dalam istana, atau di luar istana? Itu tidak dijelaskan dalam buku manapun” kata guru Yu Sun.
Guru Yu Sun adalah seseorang yang pernah menjabat sebagai guru besar di biro Astronomi istana. Sementara Yil Byung adalah seorang mantan menteri yang dipecat karena tuduhan palsu kepadanya. Dibutuhkan waktu sebulan untuk membersihkan namanya dari tuduhan tersebut, orang-orang yang mengarang buku petunjuk pertanian dieksusi tapi masih ada seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Diyakini dialah sebenarnya yang menulis buku tersebut, tapi demi uang, orang-orangnya mengaku kalau dia yang menulis buku tersebut. Akibatnya. Dia tidak dihukum, yang dihukum hanyalah orang-orangnya. Penulis tersebut adalah Yu Ja Gwang.
Kabar terakhir mengatakan bahwa dia berkelana untuk Ming setelah peristiwa gejolak pertanian terjadi. Dia pergi ke Ming dengan alasan memperbanyak ilmu pengetahuaannya. Tak ada satupun orang yang mencurigainya, kecuali guru Yu Sun dan Yil Byung. Akibatnya, guru Yu Sun dan Yil Byung tak berdaya dan ingi berhenti bekerja di pemerintahan.
Yil Byung mengajak guru Yu Sun untuk kembali ke pusat kota untuk tinggal menetap di sana. Yil Byung tak ingin melihat guru Yu Sun terus-terusan berada di tepi gunung berdiam diri dan tak ingin berkarya untuk Joseon. Guru Yu Sun sangat menolak permintaan tersebut, baginya di tepi gunung sendiri adalah dunianya. Yil Byung tak bisa memaksa kehendak dari Yil Byung tersebut. Karena telah larut malam, Yil Byung berpamitan untuk pulang.
Guru Yu Sun mengingatkan Yil Byung untuk berhati-hati karena pasti ada mata-mata Yu Ja Gwang yang mengawasi kita. Setelah mereka kehilangan buku yang penting bagi mereka, tentunya itu membuat mereka semakin was-was bila rahasia mereka terbongkar. “Aku akan mengingat nasehatmu!” ujar Yil Byung.
Dugaan guru Yu Sun benar, Nampak ada yang sedang mengikuti Yil Byung dari belakang. Suara itu cukup terdengar dengan baik. Dengan cepat, Yil Byung berlari secepat mungkin. Hutan kala itu sangatlah gelap, menoleh ke belakang mungkin mereka tak terlihat karena memakai pakaian serba hitam.
Yil Byung ingat saat perjalan ke rumah guru Yu Sun, dia melihat sebuah batu raksasa yang bisa menjadi tempat persembunyian sementara. Batu tersebut berlubang dan muat untuk satu orang. Segera mungkin Yil Byung memasukkan badannya ke dalam batu tersebut. Para orang suruhan Yu Ja Gwang merasa bingung karena Yil Byung bagai menghilang di tengah badai.
Dalam rumahnya, Ja Gwang merasa kesal karena belum bisa menemukan buku Rahasia Maljola. Tapi orang suruhan Ja Gwang mencurigai bahwa yang mengambil buku tersebut adalah anak dari Yil Byung karena dulu aku ketahuan. Ja Gwang langsung menampar orang suruhannya tersebut dan emnyuruhnya mencarinya kembali.
Yil Byung telah tiba di rumahnya, dia kembali ingat dengan pesan guru Yu Sun untuk ke Ming bersama dengan anaknya mencari tahu maksud sebuah halaman dari buku Rahasia Maljola. Dia membangunkan Eun Jeong yang sedang tidur terlelap. Yil Byung mulai membereskan perlengkapan untuk ke Ming.
Tentunya Eun Jeong merasa bingung dengan tingkah laku ayahnya tersebut. Namun, Eun Jeong hanya menuruti segala apa yang diperintahkan ayahnya. Yil Byung tak lupa membawa buku rahasia Maljola tersebut.
Mereka pun berangkat di malam suntuk. Berjalan di sepanjang setapak, mandaki gunung, menembus angin malam. Di dalam hutan ia dihadang oleh orang suruhan Ja Gwang. Yil Byung menyuruh Eun Jeong bersembunyi di batu yang dia tempati bersembunyi tadi dan memberikan kepadanya buku rahasia Maljola. Orang suruhan tersebut berjumlah 4 orang. Masing-masing dari mereka membawa pedang, sementara Yil Byung hanya mengandalkan kayu hutan.
Pertengkaran tersebut disaksikan oleh Eun Jeong. Eun Jeong merintih namun tetap menutup mulut. Yil Byung akhirnya terbunuh dengan tragis, sebelum menutup mata Yil Byung memberikan kode untuk tetap di batu tersebut sampai mereka pergi.
Tak lama kemudian, orang suruhan tersebut pergi. Yil Byung sekarat. Tak ada lagi waktu untuk menyelamatkannya. “Eun Jeong, tolong pergilah ke Ming dan belajarlah di sana. Pelajari pula halaman 67 pada buku yang aku berikan itu. Setelah kamu mendapat hasilnya, kembalilah ke Joseon dan ungkap kematian misterius dari ayahmu ini. Jangan dirimu baik-baik!” pesan itu seakan menggema di telinga Eun Jeong.
Ayahnya menghembuskan nafas yang terakhirnya. Eun Jeong seakan tak bernafas pula. Dia menangis dengan sangat deras disaksikan rembulan dan bintang. Tiba-tiba datang guru Yu Sun menutup mulut dari Eun Jeong agar suara tangisannya tidak terdengar oleh orang suruhan Ja Gwang tersebut.
“Siapa kamu?” Tanya Eun Jeong sambil menghapus air matanya.
“Aku adalah teman ayahmu, sekarang mari kita kuburkan ayahmu setelah itu aku akan mengantarmu ke dermaga agar kamu bisa ke Ming.
“Dari mana kamu tahu kalau aku mau ke Ming?” tanyanya lagi.
“Aku menguping pesan terakhir dari ayahmu” jawab guru Yu Sun sambil menetaskan air mata juga.
Keesokan harinya, Eun Jeong yang telah menguburkan ayahnya berpamitan kepada ayahnya di sekitar pusaran ayahnya. Dia kembali teringat dengan kenangan masa kecilnya bersama ayahnya. Kini, dia menjadi seorang anak yatim piatu. Ibunya telah meninggal saat dia berusia 2 tahun, sementara ayahnya meninggal dengan sangat tragis.
Di dermaga tua sudah ada kapal yang bertengger. Eun Jeong segera menaiki kapal tersebut. Dia teringat kepada kedua sahabatnya, Seo Dang dan Pangeran Deokwon dan tentunya pula Tuan Muda yang bernama Yi Kwang tersebut.
Dengan langkah kecil, dia menaiki kapal tersebut. Semua orang sudah ada di atas kapal dan kini saatnya kapan tersebut berlabuh ke Ming. Guru Yu Sun menatap dari kejauhan dengan penuh haru.
Di istana, semua calon permaisuri masuk ke dalam istana. Tes pertama adalah tes adab hormat di istana kepada yang lebih tua. Penilainya adalah Ratu Jeonghui dan Para Ibu Suri. Tak lupa pula menilai mengenai cara mereka membuat teh. Kasim Pangeran Haeyang mengumumkan kalau Pangeran Haeyang datang untuk menyaksikan proses seleksi.
Semua gadis yang hadir tersenyum berbinar-binar. Ada yang memperbaiki baju mereka agar terkesan rapi, rambut mereka agar terkesan elegan. Tapi tidak untuk satu orang, yaknik Wol Gin. Dia hanya diam termenung dan tak berekasi apapun.
Tak lupa, Pangeran Besar Haeyang menyapa para gadis yang duduk dengan tegap tersebut. Hal tersebut yang kian membuat para gadis merontah karena jatuh hati dengan keramahan Pangeran Besar.
Semua peserta dipanggil satu per satu. Tiba saatnya, Nama Bok Jung dipanggil. Dengan sigap dia langsung berdiri dan member hormat kepada Ratu, Pangeran Besar, dan para ibu Suri. Semua orang tercengang dengan kecantikan Bok Jung. Termasuk Pangeran Besar yang kian menatapnya. Saat mempraktekkan cara membuat teh, dengan anggung dan tenang dia membuat teh. Karena terus-terusan ditatp oleh Pangeran Besar, dia menjadi salah tingkah dan hampir saja salah satu gelasnya terjatuh. Untungnya Pangeran Besar Haeyang langsung meraih gelas tersebut. Bok Jung tersipu malu dan mengucakpan terima kasih.
Yang Mulia Ratu tersenyum dengan sangat puas melihat mereka berdua. Nampaknya dugaan Ratu Jeonghui benar bahwa dia adalah nona Han yang dimaksud oleh Pangeran Besar Haeyang. Hal tersebut dlihat dari tatapan Pangeran Besar Haeyang dan sigapnya menolong Bok Jung.
Setelah Bok Jung, Pangeran Besar Haeyang berpamitan tanpa melihat peserta terakhir, yakni Wol Gin. Di dalam pikiran Wol Gin hanyalah ancaman dari ayahnya. Maka dari itu dia melakukannya dengan sangat hari-hati. Wol Gin turut mendapat pujian seperti Bok Jung.
Seleksi pertama telah selesai, yang dinyatakan lolos hanya 4 orang, dua di anatara adalah Bok Jung dan Wol Gin. Bok Jung merasa sangat senang, berbanding terbalik dengan Wol Gin yang merasa sedih. Hati Bok Jung benar-benar luluh karena Pangeran Haeyang ada di hadapannya tadi.

Red Notice:
Cerita ini hanyalah karangan biasa yang tidak bermaksud mengubah sejarah Korea. Cerita ini hanya sebagai media hiburan dan edukatif. Saya memohon maaf bila ada yang tersinggung atau tidak merasa senang dengan cerita saya. Saran dan kritik sangat saya butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik lagi

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Jawaban OSk Kebumian 2016

Soal Sejarah Tentang Peradaban India bagian 1

Seven Days Queen, Drama yang Penuh Air Mata