Cerbung: My Heart In The palace Part III
Lautan Berkadar Cinta
Di pertemuan
pagi, Raja Sejo sedikit terlambat karena terlambat bangun. Semua menteri
memakluminya karena akhir-akhir ini Raja Sejo sedang sibuk di luar istana. Raja
Sejo bertenya mengenai pembahasan pada pagi itu, Perdana Menteri menjawab,
“Yang Mulia, mohon segera adakan seleksi permaisuri untuk Pangeran Besar
Haeyang. Hal itu bisa merebut simpati rakyat.”
Pangeran
Haeyang yang ada di dekat raja merasa kaget dengan usulan pembahasan yang ingin
diajukan pada hari ini. Menurutnya itu tidak masuk akal karena dia baru berusia
masih muda dan belum bisa mencari pasangan hidup yang bagus.
Sesuai tradisi
istana, permaisuri dipilih oleh Ratu atupun Ibu Suri melalui sebuah seleksi.
Kebanyakan yang ikut seleksi adalah para anak menteri atau setingkatnya. Hal
lain yang membuat seleksi harus segera dilakukan adalah agar Pangeran Besar
Haeyang cepat mendapat keturunan.
Dengan berbagai
pertimbangan, Raja Sejo menyetujui hal tersebut. Pangeran Besar Haeyang yang
terus saja mengelak tak dapat menolak permintaan ayahnya karena itu sudah
menjadi bagian dari tradisi di istana. “Aku akan menyampaikan ini kepada ratu”
tandas raja Sejo.
Pangeran Besar
Haeyang keluar dari aula utama dengan muka yang muram. Di pikirannya hanyalah
Eun Jeong yang merupakan cinta pertamanya. Pangeran Besar Haeyang hanya bisa
pasrah akan keadaan dan berusaha menjalankan semua itu dengan baik demi masa
depan Joseon.
Ratu yang
setuju dengan hal tersebut, langsung mengumumkan bahwa besok lusa akan diadakan
pemilihan permaisuri untuk Pangeran Haeyang. Wajah bahagia Ratu Jeonghui tak
bisa dipungkiri. Selama ini, dia berusaha mencari pasangan yang baik untuk
Pangeran besar Haeyang. Tapi, hatinya masih tersendat dengan kata-kata Pangeran
Besar Haeyang yang menyebut-nyebut “Nona Han” dalam tidurnya.
Sekelebat kemudian,
Ratu Jeonghui memanggil Han Chil Woon untuk bertemu di ruangan Ratu. Chol Woon
merasa aneh dengan dirinya yang dipanggil bertemu dengan ratu secara pribadi di
ruangannya.
Dayang Hong
mempersilahkan Chil Woon masuk ke dalam ruangan ratu. Ratu menyambutnya dengan
sangat hangat. Pertama hanyalah obrolan basa-basi, tapi setelah itu ratu bertanya mengenai anaknya. “Apakah
kamu mempunyai anak perempuan? Umurnya seusia dengan Pangeran Besar Haeyang.”
Chil Woon
merasa eneh dengan pertanyaan Ratu Jeonghui, “Iya Yang Mulia Ratu, namanya Han
Bok Jung.” Jawab Chil Woon dengan menunduk. Ratu Jeonghui tersenyum dan merasa
nona Han yang dimaksud oleh Pangeran Besar Haeyang adalah anak dari Chil Woon.
“Besok lusa, bawa anakmu ke seleksi permaisuri untuk pangeran Besar!” seru Ratu
Jeonghui
Menteri Chil
Woon yang menunduk langsung merasa kaget dengan perintah Yang Mulia Ratu. “Yang
Mulia, anak saya tidak memenuhi kriteri menjadi permaisuri untuk pangeran Besar
Haeyang. Mohon anda tarik kembali perintah anda!” ucapnya.
Yang Mulia Ratu
tak mengubrisnya, dia hanya ingin anak Chil Woon ikut serta dalam pemilihan
tersebut. Hal tersebut karena, Yang Mulia Ratu mempunyai firasat ada ikatan
kuat antara Pangeran Besar Haeyang dengan anak menteri Chil Woon.
Obrolan
tersebut selesai, Chil Woon keluar dari kediaman ratu dengan langkah yang
sedikit melemah memikirkan perintah Yang Mulia Ratu. Dia tidak tahu apakah
anaknya mau mengikuti seleksi tersebut atau tidak.
Sementara itu,
Eun Jeong sedang bersama dengan Seo Dang. Mereka sedang meramu obat herbal. Eun
Jeong memang sangat ahli dalam meramu obat herbal. Apalagi ditambah dengan ilmu
keperawatannya yang tinggi setelah emmbaca berbagai buku dari peprustakaan
Negara.
Sejurus
kemudian datang Pangeran Deokwon membawa sebuah buku yang ingin diberikan
kepada Eun Jeong. Pangeran Deokwon datang karena merasa rindu dengan eun Jeong.
Sebenarnya Pangeran Deokwon tidak mengetahui rumah dari Eun Jeong, tapi karena
bertanya kepada para pedagang dan warga sekitar akhirnya dia bisa menmukan rumah
Eun Jeong.
“Wah… buku apa
itu?” Tanya Eun Jeong sambil merebut buku tersebut di tangan Pangeran Deokwon.
“Buku itu mengenai obat herbal khas Ming” jawabnya dengan sedikit membanggakan
diri kea rah Seo Dang. Seo Dang merasa tak berdaya dan juga cemburu dengan
datangnya Pangeran Deokwon.
Eun Jeong mulai
membaca buku tersebut, matanya hanya berfokus pada tiap kata dalam buku
tersebut. “Tolong ambilkan aku gelas itu!” perintah Eun Jeong. Pangeran Deokwon
dan Seo Dang berebut untuk mendapatkan gelas yang dimaksud oleh Eun Jeong.
Jadinya, mereka sempat adu mulut dan saling klaim salah satu dari mereka yang
pertama mendapatkan gelas tersebut.
Eun Jeong
menggerutu kepada mereka berdua dan juga tentunya menasihati mereka untuk bisa
akur dan saling memaafkan. Eun Jeong juga menyuruh mereka untuk berjanji akan
menjadi sahabat yang terbaik untuk dia. Pangeran Deokwon langsung berkata dalam
hati, “Bukan hanya sahabat, aku akan menjadikan kamu sebagai istriku”,
sementara itu Seo Dang berkata pula dalam hatinya, “Suatu saat nanti, kata
sahabat itu akan menjadi cinta untuk kita berdua.” Nampaknya persaingan di
antara ereka mulai memanas, alhasil mereka saling menatap sinis dan saling
menunjukkan kebolehan mereka di depan Eun Jeong.
Tiba-tiba
datang seorang gadis cantik, Eun Jeong mengenalnya karena dia adalah kerabat
dan satu marga dengannya. Dia adalah Han Bok Jung. Eun Jeong menyambutnya
dengan sangat bahagia. Tak lupa pula, dia memperkenalkannya kepada kedua
sahabatnya, “Perkenalkan dia adalah Seo Dang, dan sebelahnya adalah Pangeran
Deokwon.”
Mendengar nama
Pangeran, dia langsung bertanya mengenai sosok Pangeran Besar Haeyang. “Aku
akan mengikuti pemilihan permaisuri besok, tapi aku penasaran dengan sosok
Pangeran Besar Haeyang. Bisakah kamu ceritakan!” Tanya Bok Jung sambil mendekat
ke Pangeran Deokwon.
“Dia adalah
pria sekaligus kakakku yang sangat baik, kamu tahu! Kami hanya beda setahun.
Dia mempunyai tubuh yang tinggi, kulit yang putih, tubuh yang tegap dan
mempunyai senyum yang sangat manis.” Ucap Pangeran Deokwon
Mendengar
deksripsi tersebut, entah mengapa Eun Jeong langsung terbayang dengan tuan muda
yang menolongnya dulu. Inilah yang disebut cinta. Cinta Eun Jeong tertuju pada
sosok yang bernama Yi Kwang. Baginya dia merasakan cinta itu saat pandangan
pertama. Tapi entah sampai kapan cinta itu terbalas, bila Eun Jeong tidak
pernah bertemu dengannya lagi.
Dalam sebuah
kamar yang sangat gelap, tampak seorang gadis yang duduk di depan seseorang
yang lebih tua darinya, bisa jadi ayah atau kakeknya. Gadis tersebut membentak
pria tua tersebut dengan mengatakan, “Tidak, Tidak, aku tidak mau”. Kata-kata
tersebut diulang sebisa mungkin sehingga pria tua tersebut mengerti dia tak mau
menuruti perintahnya.
Tetap saja,
pria tua tersebut memaksa gadis tersebut. “Kamu harus mengikuti seleksi
permaisuri untuk Pangeran Besar Haeyang besok, kalau tidak kamu bukan lagi
bagian dari keluargaku. Aku tidak akan mengakui margamu, sehingga kamu akan
dibuang menjadi seorang budak. Apakah kamu mengerti?” kata pria tua itu sambil
mengcekram dagu gadis tersebut.
Gadis tersebut
hanya bisa bergeming. Dia menangis bercucuran air mata. Perintah pria tua
tersebut seakan merapuhkan hati gadis malang tersebut. Matanya kian memerah dan
sembab. Senyumnya tak lagi meronah. Setelah pembicaraan tersebut, dia menjadi
sosok yang pendiam dan sering berkhayal.
“Wol Gin!
Saatnya makan” seru ibu gadis tersebut. Gadis tersebut hanya terdiam dan tidak
menanggapi seruan ibunya. Ibunya sekejab datang menghampirinya karena khawatir
dengan keadaan Wol Gin yang tak merespon perkataannya. “Wol Gin!” bentak sang
ibu. Tak disangka Wol Gin langsung membentak ibunya kembali, “Aku tidak mau
ikut seleksi permaisuri pangeran!”.
Seorang ibu
yang mendengar bentakan seorang anak pasti hatinya akan hancur, begitu pula
dengan ibu Wol Gin. Tersadar, Wol Gin langsung meminta maaf kepada ibunya dan
berjanji takkan mengulanginya lagi. Ibu Wol Gin, merasa curiga bahwa keadaan Wol Gin saat ini pasti karena desakan oleh ayahnya. Ibu Wol Gin paham betul
bahwa anaknya tidak mau menjadi seorang permaisuri untuk Negara Joseon.
Wol Gin dan
ibunya pun masuk ke dalam dan segera mungkin untuk makan. Suasana yang sedikit
mengcekam kala anggota keluarga tidak ada yang saling berbicara seperti biasa.
Ayah Wol Gin, Yu Ja Gwang hanya bisa menatap anaknya dengan penuh ambisi.
Sementara Wol Gin hanya menatap makanan yang sungguh banyak dengan tatapan
sedih seakan-akan besok harinya akan selesai.
“Setelah
selesai makan, pergilah ke pasar membeli aksesoris yang terbaik di Joseon untuk
kau pagi besok!” seru Ja Gwang kepada Wol Gin. Sementara itu Wol Gin hanya
mengangguk sekadar mengiyakannya.
Pangeran
Deokwon yang sedari tadi bersama dengan Seo Dang dan Eun Jeong bersiap untuk
pulang karena sebentar lagi akan sore. Pangeran Deokwon berpamitan kepada
mereka, tapi sekali lagi hanya tatapan sinis Seo Dang yang ia dapat. Berbanding
terbalik dengan Eun Jeong yang tersenyum saat berpamitan dengannya.
Di perjalanan
pulang, Pangeran Deokwon juga melewati pasar yang sama dengan Wol Gin. Melihat
aksesoris baju, dia langsung tertarik untuk membelinya untuk Eun Jeong. Tak
disangka, di saat yang bersamaan Wol Gin juga menginginkan barang yang sama.
Mereka terberit mencomot barang tersebut. Mereka bersamaan mengambilnya. Mereka
jadi saling klaim dia yang pertama kali mengambilnya.
Adu mulut pun
terjadi antara mereka. Tapi di ujung perdebatan tersebut, Pangeran Deokwon
mengalah dan mempersilahkan Wol Gin untuk membelinya. Wol Gin berterima kasih
kepadanya. Tak lupa, Wol Gin langsung menyodorkan uang 2 Nyang dan segera
pulang. Karena satu jalur dengan arah jalan pulang Pangeran Deokwon, mereka
berjalan berdua. Bagaikan dua mawar yang bersinar di antara banyak bunga, para
orang-orang di sekitarnya menyebut mereka sebagai pasangan yang cocok dan
serasi.
Wol Gin tersipu
malu, begitu pula dengan Pangeran Deokwon. Pangeran Deokwon hanya bisa menunduk
dan langsung memegang tangan Wol Gin dan segera berlari secepat mungkin. Wol Gin dibuat kaget karenanya, hamper saja dia jatuh tersungkur ke tanah karena
tarikan pangeran Deokwon yang sangat kencang.
Jauh dari
keramaian, mereka berhenti sejenak. Menghela nafas dan tentunya saling
melepaskan tangan. Wol Gin salah tingka
saat berada di dekat Pangeran Deokwon. Tapi sikap normal ditunjukkan Pangeran
Deokwon dnegan bersikap biasa saja. Wol Gin kita sumringah, sekelebat mereka
bertatapan. “Kenapa tersenyum?” Tanya pangeran Deokwon, “Apakah ada yang salah
denganku?” sambungnya. Wol Gin tak membalasnya, tapi hanya tersenyum bahagia
saat melihat Pangeran Deokwon.
Jauh di tepi
perbukitan, Yil Byung menemui guru Yu Sun. mereka adalah teman akrab saat masih
di istana. Mereka di keluarkan dari istana dengan tuduhan yang sangat aneh,
yakni salah dalam mencetak buku petunjuk pertanian. Akibatnya, banyak kelas
bawah yang gagal panen pada saat itu.
Awalnya guru Yu
Sun tidak mengenali Yil Byung, tapi karena Yil Byung yang berusaha untuk
mengingatkan akan dirinya kepada guru Yu Sun maka akhirnya guru Yu Sun pun
mengingatnya. “Setelah sekian lama tak berjumpa, hari ini kamu baru menemuiku.”
Katanya dengan sedikit terkekeh.
“Ada masalah
penting yang harus kita bicarakan, mengenai rahasia Maljola!” kata Yil Byung
dengan sangat serius. Sekelebat suasana menjadi hening. Raut muka Yu Sun
berubah menjadi sangat marah, “Apakah mereka akan kembali lagi ke istana
setelah kita mengusirnya dulu?”.
“Itu bisa saja,
mereka bisa saja bangkit kembali dan ingin bergabung di pemerintahan. Apa yang
harus kita lakukan, apakah ramalan itu akan terjadi?”. Kata Yil Byung. “Tidak,
tidak, aku tidak akan membiarkan orang seperti mereka bergabung kembali di
pemerintahan” tandas guru Yu Sun.
Mereka sangat
serius dalam berbicara, sepertinya buka Rahasia Maljola adalah buku yang sangat
penting. Sampai-sampai membicarakan mengenai ramalan masa depan Joseon. “Satu
hal yang menjadi rahasia adalah, dimana letak Maljola itu? Apakah dalam istana,
atau di luar istana? Itu tidak dijelaskan dalam buku manapun” kata guru Yu Sun.
Guru Yu Sun
adalah seseorang yang pernah menjabat sebagai guru besar di biro Astronomi
istana. Sementara Yil Byung adalah seorang mantan menteri yang dipecat karena
tuduhan palsu kepadanya. Dibutuhkan waktu sebulan untuk membersihkan namanya
dari tuduhan tersebut, orang-orang yang mengarang buku petunjuk pertanian
dieksusi tapi masih ada seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Diyakini
dialah sebenarnya yang menulis buku tersebut, tapi demi uang, orang-orangnya
mengaku kalau dia yang menulis buku tersebut. Akibatnya. Dia tidak dihukum,
yang dihukum hanyalah orang-orangnya. Penulis tersebut adalah Yu Ja Gwang.
Kabar terakhir mengatakan
bahwa dia berkelana untuk Ming setelah peristiwa gejolak pertanian terjadi. Dia
pergi ke Ming dengan alasan memperbanyak ilmu pengetahuaannya. Tak ada satupun
orang yang mencurigainya, kecuali guru Yu Sun dan Yil Byung. Akibatnya, guru Yu
Sun dan Yil Byung tak berdaya dan ingi berhenti bekerja di pemerintahan.
Yil Byung
mengajak guru Yu Sun untuk kembali ke pusat kota untuk tinggal menetap di sana.
Yil Byung tak ingin melihat guru Yu Sun terus-terusan berada di tepi gunung
berdiam diri dan tak ingin berkarya untuk Joseon. Guru Yu Sun sangat menolak
permintaan tersebut, baginya di tepi gunung sendiri adalah dunianya. Yil Byung
tak bisa memaksa kehendak dari Yil Byung tersebut. Karena telah larut malam,
Yil Byung berpamitan untuk pulang.
Guru Yu Sun
mengingatkan Yil Byung untuk berhati-hati karena pasti ada mata-mata Yu Ja
Gwang yang mengawasi kita. Setelah mereka kehilangan buku yang penting bagi
mereka, tentunya itu membuat mereka semakin was-was bila rahasia mereka
terbongkar. “Aku akan mengingat nasehatmu!” ujar Yil Byung.
Dugaan guru Yu
Sun benar, Nampak ada yang sedang mengikuti Yil Byung dari belakang. Suara itu
cukup terdengar dengan baik. Dengan cepat, Yil Byung berlari secepat mungkin.
Hutan kala itu sangatlah gelap, menoleh ke belakang mungkin mereka tak terlihat
karena memakai pakaian serba hitam.
Yil Byung ingat
saat perjalan ke rumah guru Yu Sun, dia melihat sebuah batu raksasa yang bisa
menjadi tempat persembunyian sementara. Batu tersebut berlubang dan muat untuk
satu orang. Segera mungkin Yil Byung memasukkan badannya ke dalam batu
tersebut. Para orang suruhan Yu Ja Gwang merasa bingung karena Yil Byung bagai
menghilang di tengah badai.
Dalam rumahnya,
Ja Gwang merasa kesal karena belum bisa menemukan buku Rahasia Maljola. Tapi
orang suruhan Ja Gwang mencurigai bahwa yang mengambil buku tersebut adalah
anak dari Yil Byung karena dulu aku ketahuan. Ja Gwang langsung menampar orang
suruhannya tersebut dan emnyuruhnya mencarinya kembali.
Yil Byung telah
tiba di rumahnya, dia kembali ingat dengan pesan guru Yu Sun untuk ke Ming
bersama dengan anaknya mencari tahu maksud sebuah halaman dari buku Rahasia
Maljola. Dia membangunkan Eun Jeong yang sedang tidur terlelap. Yil Byung mulai
membereskan perlengkapan untuk ke Ming.
Tentunya Eun
Jeong merasa bingung dengan tingkah laku ayahnya tersebut. Namun, Eun Jeong
hanya menuruti segala apa yang diperintahkan ayahnya. Yil Byung tak lupa
membawa buku rahasia Maljola tersebut.
Mereka pun
berangkat di malam suntuk. Berjalan di sepanjang setapak, mandaki gunung,
menembus angin malam. Di dalam hutan ia dihadang oleh orang suruhan Ja Gwang.
Yil Byung menyuruh Eun Jeong bersembunyi di batu yang dia tempati bersembunyi
tadi dan memberikan kepadanya buku rahasia Maljola. Orang suruhan tersebut
berjumlah 4 orang. Masing-masing dari mereka membawa pedang, sementara Yil
Byung hanya mengandalkan kayu hutan.
Pertengkaran
tersebut disaksikan oleh Eun Jeong. Eun Jeong merintih namun tetap menutup
mulut. Yil Byung akhirnya terbunuh dengan tragis, sebelum menutup mata Yil
Byung memberikan kode untuk tetap di batu tersebut sampai mereka pergi.
Tak lama
kemudian, orang suruhan tersebut pergi. Yil Byung sekarat. Tak ada lagi waktu
untuk menyelamatkannya. “Eun Jeong, tolong pergilah ke Ming dan belajarlah di
sana. Pelajari pula halaman 67 pada buku yang aku berikan itu. Setelah kamu
mendapat hasilnya, kembalilah ke Joseon dan ungkap kematian misterius dari
ayahmu ini. Jangan dirimu baik-baik!” pesan itu seakan menggema di telinga Eun
Jeong.
Ayahnya
menghembuskan nafas yang terakhirnya. Eun Jeong seakan tak bernafas pula. Dia
menangis dengan sangat deras disaksikan rembulan dan bintang. Tiba-tiba datang
guru Yu Sun menutup mulut dari Eun Jeong agar suara tangisannya tidak terdengar
oleh orang suruhan Ja Gwang tersebut.
“Siapa kamu?”
Tanya Eun Jeong sambil menghapus air matanya.
“Aku adalah
teman ayahmu, sekarang mari kita kuburkan ayahmu setelah itu aku akan
mengantarmu ke dermaga agar kamu bisa ke Ming.
“Dari mana kamu
tahu kalau aku mau ke Ming?” tanyanya lagi.
“Aku menguping
pesan terakhir dari ayahmu” jawab guru Yu Sun sambil menetaskan air mata juga.
Keesokan
harinya, Eun Jeong yang telah menguburkan ayahnya berpamitan kepada ayahnya di
sekitar pusaran ayahnya. Dia kembali teringat dengan kenangan masa kecilnya
bersama ayahnya. Kini, dia menjadi seorang anak yatim piatu. Ibunya telah
meninggal saat dia berusia 2 tahun, sementara ayahnya meninggal dengan sangat
tragis.
Di dermaga tua
sudah ada kapal yang bertengger. Eun Jeong segera menaiki kapal tersebut. Dia
teringat kepada kedua sahabatnya, Seo Dang dan Pangeran Deokwon dan tentunya
pula Tuan Muda yang bernama Yi Kwang tersebut.
Dengan langkah
kecil, dia menaiki kapal tersebut. Semua orang sudah ada di atas kapal dan kini
saatnya kapan tersebut berlabuh ke Ming. Guru Yu Sun menatap dari kejauhan
dengan penuh haru.
Di istana,
semua calon permaisuri masuk ke dalam istana. Tes pertama adalah tes adab
hormat di istana kepada yang lebih tua. Penilainya adalah Ratu Jeonghui dan
Para Ibu Suri. Tak lupa pula menilai mengenai cara mereka membuat teh. Kasim
Pangeran Haeyang mengumumkan kalau Pangeran Haeyang datang untuk menyaksikan
proses seleksi.
Semua gadis
yang hadir tersenyum berbinar-binar. Ada yang memperbaiki baju mereka agar
terkesan rapi, rambut mereka agar terkesan elegan. Tapi tidak untuk satu orang,
yaknik Wol Gin. Dia hanya diam termenung dan tak berekasi apapun.
Tak lupa,
Pangeran Besar Haeyang menyapa para gadis yang duduk dengan tegap tersebut. Hal
tersebut yang kian membuat para gadis merontah karena jatuh hati dengan
keramahan Pangeran Besar.
Semua peserta
dipanggil satu per satu. Tiba saatnya, Nama Bok Jung dipanggil. Dengan sigap
dia langsung berdiri dan member hormat kepada Ratu, Pangeran Besar, dan para
ibu Suri. Semua orang tercengang dengan kecantikan Bok Jung. Termasuk Pangeran
Besar yang kian menatapnya. Saat mempraktekkan cara membuat teh, dengan anggung
dan tenang dia membuat teh. Karena terus-terusan ditatp oleh Pangeran Besar,
dia menjadi salah tingkah dan hampir saja salah satu gelasnya terjatuh. Untungnya
Pangeran Besar Haeyang langsung meraih gelas tersebut. Bok Jung tersipu malu
dan mengucakpan terima kasih.
Yang Mulia Ratu
tersenyum dengan sangat puas melihat mereka berdua. Nampaknya dugaan Ratu
Jeonghui benar bahwa dia adalah nona Han yang dimaksud oleh Pangeran Besar
Haeyang. Hal tersebut dlihat dari tatapan Pangeran Besar Haeyang dan sigapnya
menolong Bok Jung.
Setelah Bok
Jung, Pangeran Besar Haeyang berpamitan tanpa melihat peserta terakhir, yakni Wol Gin. Di dalam pikiran Wol Gin hanyalah ancaman dari ayahnya. Maka dari itu
dia melakukannya dengan sangat hari-hati. Wol Gin turut mendapat pujian seperti
Bok Jung.
Seleksi pertama
telah selesai, yang dinyatakan lolos hanya 4 orang, dua di anatara adalah Bok
Jung dan Wol Gin. Bok Jung merasa sangat senang, berbanding terbalik dengan Wol Gin yang merasa sedih. Hati Bok Jung benar-benar luluh karena Pangeran Haeyang
ada di hadapannya tadi.
Red Notice:
Cerita ini hanyalah
karangan biasa yang tidak bermaksud mengubah sejarah Korea. Cerita ini hanya
sebagai media hiburan dan edukatif. Saya memohon maaf bila ada yang tersinggung
atau tidak merasa senang dengan cerita saya. Saran dan kritik sangat saya
butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik lagi
Comments
Post a Comment